RESENSI BUKU "ARGO BERJUANG"
Judul buku : ARGO BERJUANG
Pengarang : Retnaning
Winastuti
Penerbit : Balai Pustaka
Tempat terbit : Jakarta
Tahun terbit : 1992
Cetakan/edisi : Cetakan kedua (2)
Jumlah halaman : 88 halaman
Di sebuah desa yang terletak tidak jauh dari kota.
Desa Sandang Mulya namanya, pagi ini dikejutkan oleh kedatangan pasukan tentara
Belanda yang dipimpin seorang jendral yang bernama Frendrix yang terkenal galak
dan tak berprikemanusiaan.
Sebentar
saja terdengar jeritan disana-sini dari para ibu memanggil anaknya yang sedang
bermain atau ada diluar rumah. Seorang ibu tampak memeluk anaknya erat takut
hilang. Gemetar tubuhnya sambil berkata, ”Tidak...! aku tidak tahu Tuan ...!”
katanya menggigil seperti kedinginan. Rumahnya yang terletak paling ujung
daripada yang lain didatangi lebih dulu oleh Frendrix. Ia bermaksud mencari
Margo, musuh terbesarnya yang ketahuan berhianat. Syukurlah Tuhan
melindunginya, Margo meninggalkan desa dua hari yang lalu. Akibatnya sekarang
banyak penduduk yang tidk berdosa menjadi sasaran kemarahan Frendrix.
Muncullah
wakil lurah menengahi agar tidak terjadi korban. Sedang pak lurah sendiri gugur
saat ikut berjuang. Wakil lurah tersebut bernama Pak Simin.
”Apa maksud Tuan
mencari Margo. Disini tidak ada orang yang bernama Margo!” katanya
kepada Fendrix tenang tanpa rasa takut.
Frendrik
hanya tertawa dan berkata, ”Aku tuan besar jenderal Fendrix tidak akan luput
sasaran! Aku tahu kamu bohong!”
Orang-orang
sudah tidak ada yang berani menampakkan diri. Pintu-pintu rumah ditutup
rapat-rapat. Tiba-tiba ”Dooooooor! Doooooooor!” dua kali tembakan,
tersungkurlah tubuh tua Pak Simin. Frendrix hanya memperlihatkan tawanya yang
semakin menjadi-jadi. Dari tangannya telah membunuh seorang tanpa kasihan
sedikit pun.
Dengan
tenangnya ia menghampiri salah satu rumah penduduk, didobraknya pintu terdengar
tangis melengking seorang anak dan ”Jangaaan! Anakkuuu! Lepaskan!” seorang ibu
berlari merebut anaknya yang dipegang seenaknya olen Frendrix.
”Kuhitung
sampai sepuluh jika tidak kamu katakan dimana Margo, maka anak ini jaminannya!”
katanya tegas dan mengerikan. Ibu itu pun pingsan.
”Satu...,dua...,tiga...,
yah memang bandel, doooor” ucap Frendrix dengan santainya. Kemudian Frendix
merasa sedikit puas dan meninggalkan Desa sunyi tersebut.
”Biadab,
oh akan kubalas perbuatannya, hutang nyawa harus dibayar nyawa,” Argo anak
kira-kira berumur 9 tahun. Apa yang disaksikan kemarin masih membekas, tidak
ada satupun yang keluar.
Setelah
minta izin pada ibunya, ia keluar mencari kawan-kawannya dan bergegas menuju
rumah Kartono sahabatnya. Tak lama kemudian smpailah didepan rumah Kartono yang
kelihatan sepi.
”Kar,
Kartono,” panggilnya. Tak lama kemudian terdengar jawaban.
”Kamu
rupanya, mau apa ?” jawab Kartono
”Apa
enaknya diam dirumah, Kar, marilah kita bermain.”
”Argo,
bagaimana kalau memancing saja, sambil memancing kita dapat bertukar pikiran.”
”Ayolah,
bagaimana kalau Didi kita ajak.”
”Usul
yang baik, ayok,” sambil berlari mereka bergandengan tangan.
Tiga
sekawan itu sampai dipinggir sungai dan membawa alat mengail. Sambil memancing
mereka bertiga pun bersenda gurau.
Tiba-tiba ”Hore-hore aku dapat ikan!” sorak
Kartono.
”Mana,
huh ngacau!”
”Habis
dari tadi kita belum dapat ikan”
Kemudian
Didi melihat ada burung beo yang bertengger diatas pohon. Argo berkata bahwa
mungkin burung beo tersebut milik para pejuang. Dan Kartono juga melihat jejak
kaki dibawah pohon tempat bertenggernya burung beo tersebut. Tiga sekawan itu
setuju untuk mengikuti jejak kaki yang mereka duga jejak kaki para pahlawan.
Ditengah perjalanan Didi dan Kartono mengajak Argo utuk pulang akan tetapi Argo
tidak mau. Argo pun ditinggalkan oleh Didi dan Kartono.
Sebelum
pulang kerumahnya masing –masing Didi dan Kartono menghampiri rumah Argo. Mereka
mengatakan kepada ibu Argo bahwa Argo masih ada di hutan. Ibu Argo pun menasehati
kedua teman anakknya tersebut “Lain kali jangan begitu lagi namanya tidak setia
kawan padahal sekarang zaman perang
kalian dituntut untuk bersatu”. “Baik” sahut Didi dan Kartono.
Sementara
itu Argo tak merasakan bahwa ia telah berjalan jauh hingga petang menjemputnya.
”Oh, telah malam, jejak tak kelihatan lagi padahal aku telah jau dari desa. Apa
yang harus aku lakukan,” pikirnya.
“Oooooooiiiiiiiiiiii......
ooooooiiiiiiii,”teriakan itulh yang dia lakukan.
“Oooooooooiiiiiiiii..........oooooooiiiiiii,”kembali
ia berteriak namun tiada jawaban. Tak lama kemudian terdengarlah jawaban,
“Oooooooiiiii.....siiiiiiaaaaapaaaa!”
Legalah hati Argo, rupaya mereka sudah dekat
dengan dirinya. Tampak dua orang yang sedang ada dihadapannya, salah seorang
dari mereka menyongsong Argo dengan nada yang tinggi. Argo pun tergagap-gagap
menjawabnya. Kemudian yang satu lagi menegur temannya, dan bertanya mengenai
nama, keluarga, tempat tinggal Argo serta mengapa seorang anak sekecil Argo ada
dihutan pada tengah malam. Argo pun menceritakan semuanya dan ia juga mengatakan
bahwa desanya sering didatangi oleh tentara Belanda.
Kedua
orang memperkenalkan dirinya. Yang satu bernama Marno dan yang satu lagi
bernama Hadi. Mereka mengatakan mereka mengenal kakak Argo yaitu Margo. Dan
mereka pun meminta agar Argo menunjukkan jalan kembali kedesa tempat
tinggalnya. Di tengah jalan Argo bertanya apakah ia boleh ikut berjuang, dan
Kak Hadi beserta teman-temannya setuju asal Argo diberi restu oleh ibunya.
Tibanya didesa dekat
rumahnya, Argo mendapati ibunya menangis. Argo pun menyadarkan ibu dari
tangisnya. Ibu sedikit memarahi Argo dan bertanya dengan siapakah anknya
pulang. Kak Hadi dan Kak Marno menjawab bahwa mereka adalah teman Kak Margo. Mereka
pun menanyakan pak lurah dan keluarlah seorang yang sudah tua menceritakan
bahwa pak lurah telah lama meninggal. Kak Hadi, Kak Marno dan teman- temannya
menginap di kelurahan.
Esok
pagi-paginya Argo sudah bangun dan menyelesaikan tugasnya. Cepat-cepat ia pergi
ke kelurahan setelah mendapat izin dari ibunya. Sebelum kekelurahan ia mencari
temannya yaitu Didi dan Kartono. Sesampainya di kelurahan Argo memperkenalkan
Didi dan Kartono kepada Kak Hadi, Kak Marno dan teman-temannya. Argo mengajak
teman-temannya untuk ikut berjuang bersamanya. Mereka pun dengan senag hati
menerima twaran Argo serta mereka pula sudah diterima untuk ikut berjuang oleh
kakak-kakak yang berteman dengan Kak Margo itu. Juga Didi dan Kartono mendapat
izin dari orang tuanya.
Argo diberi tugas untuk membawakan makanan ke
markas kakaknya oleh Kak Marno dengan didampingingi oleh dua orang yangbernama
Karto dan Suro yang juga sudah berpengalaman dibidang itu. Tibalah harinya
untuk Argo berangkat. Singkat ceruta Argo pun selamat sampai di markas
kakaknya. Sungguh mengharukan Bagi Argo bertemu dengan kakaknya. Dan ia pun
bertanya mengapa kakaknya itu tidak pernah pulang. Lalu kakaknya menjawab
karena tugas yang berjubel maka Kak Margo tidak sempat pulang. Kak Marno pun
menyuruh Argo untuk beristirahat dan ia mengingatkan adiknya pada tugasnya
besok. Yaitu berkeliling kota sambil menjadi mata-mata. Dengan sandi suara
binatang untuk memanggil teman-temannya, agar tidak ketahuan. Akan tetapi Argo
tak mengerti maksud kakaknya. Dan kakaknya menjawab ia akan tahu nanti apabila
tiba saatnya.
Esok harinya
berangkatlah Argo bersama kakaknya ke kota melalui hutan rimba. Di tengah hutan
mereka melihat raja rimba yang tiada lain adalah seekor singa. Akan tetapi
kakak beradik tersebut memanjat pohon dan singa itu pun beralu. Sebelum
melanjutkan perjalanan mereka menyantap perbekalan yang telah disiapkan.
Setelah istirahat sebentar mereka kembali melanjutkan perjalanan. Dan turunlah
hujan lebat. Terpaksa Kak Margo dan Argo bermalam dihutan tepatnya diatas
pohon.
Sinar matahari pagi pun
menyongsong Argo dan Kakaknya untuk bangun. Mereka pun melanjutkan perjalanan.
Tiba di sebuah kota mereka melihat sebuah mobil jip yang berisikan tiga orang
bule dan dua orang pejuang. Dua orang pejuang itu ialah tiada lain Kak Hadi dan
Kak Kartono yang mereka kenal. Kakak beradik itu mengikuti jalannya mobil jip
tersebut. Dan Kak Marno melihat mobil jip tersebut berhenti didepan sebuah
bangunan yang dijaga ketat.
Kak
Marno mengajak adiknya untuk kembali kemarkas. Agar Kak Marno dapat
merundingkan dengan bawahannya bagaimana cara untuk menyelamatkan Kak Hadi dan
Kak Kartono. Mereka pun melewati hutan yang sebelumnya mereka lalui itu. Dan
malam pun menyongsong. Meskipun begitu Kak Marno dan adiknya menembus kegelapan
malam agar segera sampai di markas. Saat dihutan mereka memetik buah-buahan
yang ada untuk mengisi perut mereka daripada kosong.
Mereka
tiba di markas ketika fajar mulai menyongsong. Argo melihat Marno sudah
berada di markas. Dan Argo pun menanyakan mengapa Marno datang kemari.
Kemudian Marno menceritakan kedaan didesa. Ia berkata bahwa pada suatu hari
datanglah bala tentara Belanda yang tak terduga. Dan masyarakat pun diungsikan
ke hutan. Ketika itu ia baru sadar bahwa Hadi dan Kartono tidak masih
mendampinginya. Dan ia kemari untuk membalas dendam pada sang penghianat.
Dan
dimarkas pun langsung diadakan rapat kilat untuk bagaimana cara meloloskan Hadi
dan Kartono. Argo yang ikut dalam rapat itu melihat ada orang yang menyelinap
seperti mata-mata dan ia pun mengikuti penyelinap tersebut. Argo meminta izin
pada kakaknya untuk permisi kencing. Saat itu Argo mengikuti sang penyelinap
yang ternyata bawahan Marno yang bernama Sarwi. Argo melihat pula bahwa Sarwi
menggali sesuatu dan berbicara pada alat yang digalinya tersebut. Tiba-tiba
saat akan kembali ke markas, Argo kesandung kayu dan jatuh. Argo yang jatuh pun
didekati oleh Sarwi ”Darimana kamu Argo?” tanya Sarwi. ”Saya habis kencing kak,
kakak dari mana?” Argo bertanya balik. ”Kencing juga!” jawab Sarwi dengan muka
merah.
Mereka
kemudian kembali ke tempat rapat, yang ternyata telah bubar. Kak Margo
bertanya kepada Argo mengapa kebali dengan Sarwi, sedangkan tadi Argo perginya
sendiri. Argo menjawab bahwa mereka bertemu ketika sama-sama habis kencing. Argo
belum berani mengatakan apa yang dilihat olehnya, karena diawasi dari jauh oleh
Sarwi. Setelah merasa aman barulah Argo menceritakan yang sebenarnya kepada
kakaknya. Kakaknya dan Argo langsung menuju tempat dimana Argo melihat Sarwi
menimbun sesuatu. ”Jangan bergerak” tiba-tiba senapan berlaras dua sudah ada
dihadapan mereka yang dipengang oleh Sarwi. Akan tetapi Kak Margo dan adiknya
selamat karena sebelum itu Marno telah menembak Sarwi duluan. Sarwi pun
langsung tersungkur. Margo berusaha untuk menyelamatkan nyawa Sarwi tetapi
salah satu anak buahnya telah menembak Sarwi lagi karena tidak tahan menahan
marah. Dan berakhirlah nafas Sarwi saat itu.
Anak
buahnya yang bernama Yono mengingatkan Margo bahwa pasukan Belnda akan segera
datang. Margo pun tersadar dan langsung memerintahkan anak buahnya agar
membentuk formasi. Tak lama kemudian terlihatlah rombongan Belanda datang.
Kelompok pejuang ini pun bersiap. Kelompok Belanda memerintahkan agar mereka
keluar. Pasukan Belanda lalu memeriksa semak-semak mereka pun tak melihat
apa-apa. Akibatnya marahlah Belanda dan membakar markas Margo. Saat Argo ingin
berpindah tempat ketahuanlah oleh Belanda yang memang sangat teliti. Dan
terjadilah pertempuran ditempat itu. Saking marahnya Marno menembaki Belanda
dengan membabi buta. Bertambah marahnya Belanda dan menembakkan meriam kepada
Marno. Akan tetapi Marno berhasil selamat. Mungkin karena lelah pasukan Belanda
mundur dan menghilang.
Pasukan Margo pun
berkurang karena banyaknya korban. Sehabis menguburkan mayat, mereka langsung
mengadakan rapat kilat yaitu berencana untuk bergabung dengan pasukan lainnya.
Saat fajar menyingsing, pasukan Margo pun berangkat menuju dimana tempat mereka
akan bersatu dengan regu lain. Setelah empat hari empat malam, akhirnya mereka
sampai di markas yang menjadi tujuan semula. Betapa kagumnya pasukan Margo
disambut dengan jamuan makanan oleh wanita-wanita yang juga ikut berjuang.
Mereka bertugas untuk memasak dan menyelamatkan para korban yang terluka parah.
Tanpa mengenal lelah
Margo langsung mengadakan perundingan dengan pemimpin pasukan yang akan ia
satukan dengan pasukannya yaitu Dudung. Sementara Argo hanya bersenda gurau
dengan wanita-wanita cekatan itu, sambil melepas lelah. Saat malam tiba, Argo
dan kawan-kawan pun langsung mengadakan serangan di empat buah pos Belanda.
Pertempuran pun
berlangsung amat sengit dan mengenaskan. Pasukan yang dipimpin Dudung segera
berusaha untuk menyelamatkan teman mereka yang ditawan oleh Belanda. Sementara
pasukan yang dipimpin Margo mengalihkan perhatian pasukan Belanda. Dan akhirnya
mereka berhasil mengambil beberapa senjata, dan menyelamatkan tawanan. Setelah
mencapai tujuan akhirnya mereka mundur dan kembali ke markas.
Saat mereka berlari
pasukan tersebut berhenti setelah merasa tidak mendengar suara tembakan. Dudung
mengingat-ingat temannya. Dan ia pun tak melihat sama sekali Yono dan tiga
kawannya. Tiba-tiba seseorang berlari menembus kegelapan. Ternyata Argo berlari
kecil sambil menyeret Yono yang terluka parah. Margo pun baru ingat akan
adiknya yang ia lupakan saat peperangan tersebut.
Argo menceritakan bahwa
saat pertempuran berlangsung Argo ada didekat Kak Yono. Saat itu Argo
bersembunyi di sebuah lubah dan masih berada didekat Kak Yono dan tiba-tiba
tiga peluru menembus dada serta kedua kaki Kak Yono. Sesaat kemudian Kak Dudung
memerintahkan untuk mundur. Dan Argo menyeret Kak Yono, sementara kalian telah
jauh didepan. Argo pula melihat empat orang yang tergeletak, akan tetapi Argo
hanya menyeret Kak Yono yang masih hidup. Dan
pasukan tersebut pun kembali ke markas.
Saat fajar menyingsing
barulah mereka sampai di markas. Kini tiba giliran para wanita untuk mengobati
yang terluka. Saat malam tiba yang lain telah tertidur lelap kecuai yang
berjaga. Tiba-tiba terdengarlah suara sirine. Petugas piket langsung
membangunkan teman-temannya, yang langsung bersiap siaga. Diatas langit
terlihatlah sebuah helikopter yang melemparkan meriam secara membabi buta. Syukurlah
markas mereka tak terkena meriam. Mereka pun langsung mengadakan rapat kilat,
yang berencana untuk menyerang markas Belanda yang ada di pusat kota. Akan
tetapi Argo tidak diizinkan ikut oleh kakaknya.Dan saat mereka akan berangkat
menuju pusat kota, tiba-tiba dalanglah sebuah rombongan yang dipimpin oleh
Raharjo ingin bergabung sambil bersorak ”Merdeka!....merdeka!” mereka pun
diterima.
Setelah itu rencana
penyerangan pun dilakukan. Dan pasukan dibagi menjadi lima bagian. Tak berapa
lama kemudian kelompok Margo berhasil membawa dua buah jip hasil rampasa, dan kelompok
lainnya juga berhasil merampas senjata. Serta mereka telah membunuh empat orang
serdadu Belanda. Saat malam tiba mereka bersyukur karena teman-temannya yang
lain daripada Satrio selamat. Karena Satrio dibanting oleh serdadu Belanda,
yang kemudin ditembak oleh Margo.
Raharjo menyarankan agar
mereka bergabung ke pasukan yang dipimpin oleh Darmo. Dan mereka pun diterima
disana. Tak ketinggalan juga Argo dan Kartono. Serta wanita-wanita pejuang dari
pasukan Dudung. Pasukan yang baru bergabung ini langsung mengadakan rapat untuk
merebut pos Belanda yang ada dipusat kota, dimana sebelumnya sudah dapat
diserang oleh Margo, Dudung, Raharjo, dan kawan-kawan.
Pada malam hari mereka
langsung berangkat untuk merebut pos Belanda tersebut. Tak terasa bahwa pasukan
mereka telah bertambah banyak karena datangnya bala bantuan dari masyarakat
setempat. Mereka pun bersatu dan menyerbu markas Belanda. Terjadilah perang
sengit, dan akhirnya Belanda pun terdesak serta mengalah. Dan dengan keringat
yang berucucuran akhirnya mereka berhasil merebut markas Belanda tersebut.
Sehabis berpesta pora Margo dan Argo meminta izin kepada Darmo
untuk menengok ibunya didesa. Sungguh bahagia rasanya karena mereka diizinkan
menengok ibu mereka dengan menaiki mobil jip hasil rampasan itu. Dilihatnya
ibunya sudah sangat tua dan renta.
Sepulangnya Margo dan
Argo dari desa kembali mereka bergabung dengan pasukannya semula. Mereka
kembali mengadakan rapat, tentang Belanda yang akan menghadapi perang dunia
kedua. Dan benarlah hal tersebut terjadi di Eropa. Bumi Eropa benar-benar
menjadi abu, termasuk Belanda. Perang dunia tersebut kabarna sedah menjalar ke
Asia. Jepang pun berperng memperebutkan Indonesia dengan Belanda. Dan akhirnya
Jepang pun berhasil mengusir Belanda yang disambut oleh masyarakat Indonesia.
Akan tetapi pasukan yang
dipimpin Darmo tetap berwaspada, karena siapa tau Jepang nantinya akan
menggantikan Belanda sebagai penjajah Indonesia. Dan itu pun segera terjadi,
mula-mulanya memang kita diberi untung. Tapi akhir-akhirnya kita disusah payahkan
untuk membantu dan melayani Jepang. Argo yang sudah kembali bersekolah pun
sekarang sudah menjadi pemuda yang mirip
seperti kakaknya. Ia juga merasakan bahwa dari hari ke hari, Jepang semakin
bertindak kejam, bahkan lebih kejam daripada Belanda.
Pemuda-pemuda Indonesia
dipaksa untuk menjadi anggota HEIHO. Yaitu pasukan yang akan dilatih untuk membantu
Jepang dalam perang dunia ke dua. Bahkan para wanita pun tidak ketinggalan
dipaksa untuk menjadi anggota Fujinkai. yang membantu perang dari garis
belakang.
Rakyat tetap menanam
beras dan jagung untuk dikirim ke Jepang tanpa memikirkan bahwa manusia itu
juga butuh makan. Salah seorang teman Argo yang bernama Maruto memimpin lima
orang temannya, untuk mencuri makanandari pos Jepang. Hingga beberapa kali
mereka mencuri dan akhirnya ketahuan. Mereka berenam pun digantung dihadapan
masyarakat yang mereka tolong dan menghadap matahari tnpa diberi makan dan
minum. Akhirnya mereka pun tewas. Argo yang menjadi anggota heiho dikirim
keluar daerah berama dengan temannya yang bernama Bambang.
Argo mendengar bahwa
Jepang semakin lelah dantak berdaya apalagi setelah Sekutu Membom kota
Hiroshima dan Nagasakinya. Mereka juga mendengar bahwa rakyat dan anggota Peta
melakukan pemberontakan terhadap Jepang. Jepangpun semakin terdesak. Dan
akhirnya Jepang pun mengalah kepada sekutu. Berakhirlah kekuasaan Jepang di
Indonesia. Argo pun kembali ke Jawa untuk bergabung bersama Peta. Sebelum itu
ia menengok ibunya. Dilihatnya ibunya kurus tua dan tak berdaya. Esok pagi
kakaknya pun datang. Akan tetapi mereka tidak lama. Besoknya lagi mereka harus
pergi. Kemudian Margo dan kawan-kawan pun pergi, tak ketinggalan diikuti oleh
Argo.
Saat dalam perjalanan
Margo, Argo dan kawan-kawan, melihat adanya pertempuran. Ternyata Jepang belum
juga menyerah. Tapi usahanya pun sia-sia.
Dan suatu peristiwa
bersejarah pun terjadi Indonesia telah merdeka tepatnya pada 17-8-1945. Jepang
semakin kewalahan menghadapi sikap masyarakat Indonesia, saat Indonesia ingin
untuk memutuskan kawat telepon dengan Jepang. Walaupun sering bentrok
dengan Jepang mereka pun akhirnya berhasil
Akan tetapi esok paginya
mereka melihat sekelompok bule berkeliaran. Dan pesawat udara melemparkan
gambar ratu Belanda dan tanda kerajaannya. Setelah mereka mendengar berita dari
komandannya, bahwa Belanda bermarkas disebuah hotel . Tanpa menunggu perintah
mereka langsung menuju kesana. Dalam perjalanan mereka disambut dengan ledakan
meriam dan Argo pun terkena meriam tersebut. Dan ia menjadi buta. Kakaknya
menyesali kecerobohan Argo. Dan Argo sekarang ditapung disebuah penampungan
bagi orang cacat.
Argo pun berusaha untuk
menyesuaikan dirinya dengan keadaannya sekarang. Disana ia banyak mempunyai
teman. Di penampungan tersebut akan diadakan lomba. bermain musik, untuk
menghibur masyarakat.
Namun lain lagi di
Surabaya. Saat itu sebagai hari pahlawan. Karena banyak phlawan
yang berguguran saat melawan Belanda. Namun berkat bantuan masyarakat dan
pasukan yang berisikan Kak Margo itu, akhirnya memenangkan peperangan.
Dan komandan pasukan
tersebut mengatakan bahw adda sebuah yayasan yang akan menghibur pasukan
tersebut. Kak Margo pun berdoa supaya dapat bertemu dengan adiknya. Akhirnya
dengan rahmat Tuhan Mereka pundipertemukan kembali.
Komentar
Posting Komentar