SEJARAH AGAMA HINDU DI INDONESIA MENURUT BEBERAPA SUMBER
Agama Hindu merupakan agama tertua di
dunia. Sebelum Agama Hindu berkembang di Indonesia, Agama Hindu berkembang
pesat di India. Lahirnya Agama Hindu di Lembah Sungai Shindu diawali dengan
datangnya Bangsa Arya yang ampu menundukkan Bangsa Dravida. Hal ini menyebabkan
terjadinya percampurran antara dua kebudayaan yaitu budaya Bangsa Arya dan
Dravida ang selanjutnya menciptakan agama baru yang terjadi di Lemah Sungai
Shindu dan selanjutnya terkenal dengan sebutan Agama Hindu.
Di internet ada ribuan situs yang memuat
tentang sejarah Agama Hindu, namun penulis hanya akan mencantumkan dua situs dan satu dari buku yaitu :
1.
Menurut Yayasan Bali Galang (2000-2003)
a) Penyebaran Agama Hindu
Dalam suatu penggalian di Mesir ditemukan
sebuah inskripsi yang diketahui berangka tahun 1200 SM. Isinya adalah
perjanjian antara Ramses II dengan Hittites. Dalam perjanjian ini "Maitra
Waruna" yaitu gelar manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa menurut agama Hindu
yang disebut- sebut dalam Weda dianggap sebagai saksi.
Gurun Sahara yang terdapat di Afrika Utara
menurut penelitian Geologi adalah bekas lautan yang sudah mengering. Dalam bahasa Sanskerta Sagara artinya
laut; dan nama Sahara adalah perkembangan dari kata Sagara. Diketahui pula
bahwa penduduk yang hidup di sekelilingnya pada jaman dahulu berhubungan erat
dengan Raja Kosala yang beragama Hindu dari India.
Penduduk asli Mexico mengenal dan
merayakan hari raya Rama Sinta, yang bertepatan dengan perayaan Nawa Ratri di
India. Dari hasil penggalian di daerah itu didapatkan patung- patung Ganesa
yang erat hubungannya dengan agama Hindu. Di samping itu penduduk purba negeri
tersebut adalah orang- orang Astika (Aztec), yaitu orang- orang yang meyakini
ajaran- ajaran Weda. Kata Astika ini adalah istilah yang sangat dekat sekali
hubungannya dengan "Aztec" yaitu nama penduduk asli daerah itu,
sebagaimana dikenal namanya sekarang ini.
Penduduk asli Peru mempunyai hari raya
tahunan yang dirayakan pada saat- saat matahari berada pada jarak terjauh dari
katulistiwa dan penduduk asli ini disebut Inca. Kata "Inca" berasal
dari kata "Ina" dalam bahasa Sanskerta yang berarti
"matahari" dan memang orang- orang Inca adalah pemuja Surya.
Uraian tentang Aswameda Yadnya (korban
kuda) dalam Purana yaitu salah satu Smrti Hindu menyatakan bahwa Raja Sagara
terbakar menjadi abu oleh Resi Kapila. Putra- putra raja ini berusaha ke Patala
loka (negeri di balik bumi= Amerika di balik India) dalam usaha korban kuda
itu. Karena Maha Resi Kapila yang sedang bertapa di hutan (Aranya) terganggu,
lalu marah dan membakar semua putra- putra raja Sagara sehingga menjadi abu.
Pengertian Patala loka adalah negeri di balik India yaitu Amerika. Sedangkan
nama Kapila Aranya dihubungkan dengan nama California dan di sana terdapat
taman gunung abu (Ash Mountain Park).
Di lingkungan suku-suku penduduk asli
Australia ada suatu jenis tarian tertentu yang dilukiskan sebagai tarian Siwa
(Siwa Dance). Tarian itu dibawakan oleh penari- penarinya dengan memakai tanda....
"Tri Kuta" atau tanda mata ketiga pada dahinya. Tanda- tanda yang
sugestif ini jelas menunjukkan bahwa di negeri itu telah mengenal kebudayaan
yang dibawa oleh agama Hindu.
b) Agama Hindu di Indonesia
Agama Hindu masuk ke Indonesia
diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para Musafir dari India
antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru
atau Dwipayana dan juga para Musafir dari Tiongkok yakni Musafir Budha Pahyien.
Kedua tokoh besar ini mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebarkan
Dharma. Bukti- bukti peninggalan ini sangat banyak berupa sisa- sisa kerajaan
Hindu seperti Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman di Jawa Barat.
Kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman
di Kalimantan Timur, Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah dengan rajanya
Sanjaya, Kerajaan Singosari dengan rajanya Kertanegara dan Kerajaan Majapahit
di Jawa Timur, begitu juga kerajaan Watu Renggong di Bali, Kerajaan Udayana,
dan masih banyak lagi peninggalan Hindu tersebar di seluruh kepulauan
Indonesia. Raja- raja Hindu ini dengan para alim ulamanya sangat besar
pengaruhnya dalam perkembangan agama, seni dan budaya, serta kesusasteraan pada
masa itu. Sebagai contoh candi- candi yang bertebaran di Jawa di antaranya
Candi Prambanan, Borobudur, Penataran, dan lain- lain, pura- pura di Bali dan
Lombok, Yupa- yupa di Kalimantan, maupun arca- arca dan prasasti yang ditemukan
hampir di seluruh Nusantara ini adalah bukti- bukti nyata sampai saat ini.
Kesusasteraan Ramayana, Mahabarata, Arjuna Wiwaha, Sutasoma (karangan Empu
Tantular yang di dalamnya terdapat sloka "Bhinneka Tunggal Ika tan hana
dharma mangrwa") adalah merupakan warisan- warisan yang sangat luhur bagi
umat selanjutnya. Agama adalah sangat menentukan corak kehidupan masyarakat
waktu itu maupun sistem pemerintahan yang berlaku; hal ini dapat dilihat pada
sekelumit perkembangan kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya sebagai pendiri kerajaan
Majapahit menerapkan sistem keagamaan secara dominan yang mewarnai kehidupan
masyarakatnya. Sewaktu meninggal, oleh pewarisnya dibuatkan pedharman atau
dicandikan pada candi Sumber Jati di Blitar Selatan sebagai Bhatara Siwa dan
yang kedua didharmakan atau dicandikan pada candi Antapura di daerah Mojokerto
sebagai Amoga Sidhi (Budha). Raja Jayanegara sebagai Raja Majapahit kedua
setelah meninggal didharmakan atau dicandikan di Sila Petak sebagai Bhatara
Wisnu sedangkan di Candi Sukalila sebagai Buddha.
Maha Patih Gajah Mada adalah seorang Patih
Majapahit sewaktu pemerintahan Tri Buana Tungga Dewi dan Hayam Wuruk. Ia adalah
seorang patih yang sangat tekun dan bijaksana dalam menegakkan dharma, sehingga
hal ini sangat berpengaruh dalam pemerintahan Sri Baginda. Semenjak itu raja
Gayatri memerintahkan kepada putranya Hayam Wuruk supaya benar- benar
melaksanakan upacara Sradha. Adapun upacara Sradha pada waktu itu yang paling
terkenal adalah mendharmakan atau mencandikan para leluhur atau raja- raja yang
telah meninggal dunia (amoring Acintya). Upacara ini disebut Sradha yang
dilaksanakan dengan Dharma yang harinya pun telah dihitung sejak meninggal tiga
hari, tujuh hari, dan seterusnya sampai seribu hari dan tiga ribu hari. Hal ini
sampai sekarang di Jawa masih berjalan yang disebut dengan istilah Sradha,
Sradangan yang pada akhirnya disebut Nyadran.
Memperhatikan perkembangan agama Hindu
yang mewarnai kebudayaan serta seni sastra di Indonesia di mana raja- rajanya
sebagai pimpinan memperlakukan sama terhadap dua agama yang ada yakni Siwa dan
Budha, jelas merupakan pengejawantahan toleransi beragama atau kerukunan antar
agama yang dianut oleh rakyatnya dan berjalan sangat baik. Ini jelas merupakan
nilai- nilai luhur yang diwariskan kepada umat beragama yang ada pada saat
sekarang. Nilai- nilai luhur ini bukan hanya mewarnai pada waktu lampau, tetapi
pada masa kini pun masih tetap merupakan nilai- nilai positif bagi pewaris-
pewarisnya khususnya umat yang meyakini agama Hindu yang tertuang dalam ajaran
agama dengan Panca Sradhanya.
Kendatipun agama Hindu sudah masuk di
Indonesia pada permulaan Tarikh Masehi dan berkembang dari pulau ke pulau namun
pulau Bali baru mendapat perhatian mulai abad ke-8 oleh pendeta- pendeta Hindu
di antaranya adalah Empu Markandeya yang berAsrama di wilayah Gunung Raung
daerah Basuki Jawa Timur. Beliaulah yang memimpin ekspedisi pertama ke pulau
Bali sebagai penyebar agama Hindu dengan membawa pengikut sebanyak ± 400 orang.
Ekspedisi pertama ini mengalami kegagalan.
Setelah persiapan matang ekspedisi kedua
dilaksanakan dengan pengikut ± 2.000 orang dan akhirnya ekspedisi ini sukses
dengan gemilang. Adapun hutan yang pertama dibuka adalah Taro di wilayah
Payangan Gianyar dan beliau mendirikan sebuah pura tempat pemujaan di desa
Taro. Pura ini diberi nama Pura Murwa yang berarti permulaan. Dari daerah ini
beliau mengembangkan wilayah menuju pangkal gunung Agung di wilayah Besakih
sekarang, dan menemukan mata air yang diberi nama Sindhya. Begitulah permulaan
pemujaan Pura Besakih yang mula- mula disebut Pura Basuki.
Dari sini beliau menyusuri wilayah makin
ke timur sampai di Gunung Sraya wilayah Kabupaten Karangasem, selanjutnya beliau
mendirikan tempat suci di sebuah Gunung Lempuyang dengan nama Pura
Silawanayangsari, akhirnya beliau bermukim mengadakan Pasraman di wilayah
Lempuyang dan oleh pengikutnya beliau diberi gelar Bhatara Geni Jaya Sakti. Ini
adalah sebagai tonggak perkembangan agama Hindu di pulau Bali.
Berdasarkan prasasti di Bukit Kintamani
tahun 802 Saka (880 Masehi) dan prasasti Blanjong di desa Sanur tahun 836 Saka
(914 Masehi) daerah Bali diperintah oleh raja- raja Warmadewa sebagai raja
pertama bernama Kesariwarmadewa. Letak kerajaannya di daerah Pejeng dan
ibukotanya bernama Singamandawa. Raja- raja berikutnya kurang terkenal, baru
setelah raja keenam yang bernama Dharma Udayana dengan permaisurinya
Mahendradata dari Jawa Timur dan didampingi oleh Pendeta Kerajaan Empu Kuturan
yang juga menjabat sebagai Mahapatih maka kerajaan ini sangat terkenal, baik
dalam hubungan politik, pemerintahan, agama, kebudayaan, sastra, dan irigasi
semua dibangun. Mulai saat inilah dibangun Pura Kahyangan Tiga (Desa, Dalem,
Puseh), Sad Kahyangan yaitu Pura Lempuyang, Besakih, Bukit Pangelengan,
Uluwatu, Batukaru, Gua Lawah, Sistem irigasi yang terkenal dengan Subak, sistem
kemasyarakatan, Sanggar/ Merajan, Kamulan/Kawitan dikembangkan dengan sangat
baik.
Sewaktu kerajaan Majapahit runtuh keadaan
di Bali sangat tenang karena tidak ada pergolakan agama. Pada saat itulah
datang seorang Empu dari Jawa yang bernama Empu Dwijendra dengan pengikutnya
yang mengembangkan dan membawa pembaharuan agama Hindu di Bali. Dewasa ini,
terutama sejak jaman Orde Baru, perkembangan Agama Hindu makin maju dan mulai
mendapat perhatian serta pembinaan yang lebih teratur.
2.
Menurut
Kelompok Kerja Bidang Teknologi Informasi PHDI Pusat (2001-2007)
a) Agama Hindu di India
Perkembangan agama
Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda,
Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda
purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang
tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah
satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan
Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada
jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa.
Jaman Weda dimulai
pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500
s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah
Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban
tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan
sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi
dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa
dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut "Rta".
Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan
Sudra.
Pada Jaman
Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum
brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu
itu. Jaman Brahmana ini
ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara" beragama yang
teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan
upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu
Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada
Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji
saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi,
yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman
pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas
dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang
kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai
Tri Murti menjadi umum.
Selanjutnya, pada
Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama
"Sidharta", menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan
sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Agama Hindu, dari
India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian
arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.
b) Masuknya Agama Hindu di Indonesia
Berdasarkan beberapa
pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah
Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu
dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah
sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke
India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia.
Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya
Agama Hindu ke Indonesia.
1)
Krom (ahli - Belanda), dengan teori Waisya.
Dalam bukunya yang
berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya
pengaruh Hindu ke Indonesia
adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan
pedagang (Waisya) India.
2)
Mookerjee (ahli - India tahun 1912).
Menyatakan bahwa
masuknya pengaruh Hindu dari India
ke Indonesia dibawa oleh
para pedagang India
dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia)
mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan
usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak
yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di
Indonesia.
3)
Moens dan Bosch (ahli - Belanda)
Menyatakan bahwa
peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu
dari India ke Indonesia.
Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan
Hindu India ke Indonesia.
c) Data Peninggalan Sejarah di Indonesia
Data peninggalan
sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia.
Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali,
yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke
Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang.
Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka
namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:
1) Prasasti Dinoyo (Jawa Timur)
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang
raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud
memohon kekuatan suci dari Beliau.
2) Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan
keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka
banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra,
artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam
pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena
mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.
d) Agama Hindu di Indonesia
Masuknya agama
Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan
adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan
diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.
Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan
pada waktu itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk
memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang
lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci
untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".
Masuknya agama
Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya
jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan
beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga
munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai
(Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5
dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi,
Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut
berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari
prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja
Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang
gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa
Wisnu"
Bukti lain yang
ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan
atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara.
Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut
agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha
Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan
adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa
sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti
Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu
Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari
tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain
juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai
huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654
Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya
rasa", Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan
Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok
Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari
abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang
didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama
Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur,
yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang
berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang
pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760
Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta
dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan.
Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai
peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun
929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri
Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja
Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa.
Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun
1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti
Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai
pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu,
misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan
kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada
jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi
Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad
ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai
kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan
masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan
dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa
Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama
Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada
abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti,
juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini
bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian
lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali.
Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan
Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup
pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga.
Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam
Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura
Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih
Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama
Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai
akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran
agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman
keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad
ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula
dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem
Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan
selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan
keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan
muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923
di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa
Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun
1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra
Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah
Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu
berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang
menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan
umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha
Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali
dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang
selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
3.
Menurut Widya Dharma Agama Hindu
a) Kerajaan-Kerajaan Hindu di Indonesia dan
Peninggalannya
1) Kerajaan Kutai
(a) Letak :
Tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur
(b) Ciri :
Waprakeswara
(c) Bukti :
7 Yupa
(d) Raja I :
Kudungga
(e) Raja II :
Aswawarman
(f) Raja III :
Mulawarman (puncak keemasan)
2) Kerajaan Tarumanegara
(a) Letak :
Jawa Barat
(b) Ciri :
Prasasti Ciaruteun
(c) Bukti :
Berita China, Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu,
Tugu, Pasir Awi, Muara Ciaten dan Lebak.
(d) Raja :
Purnawarman (puncak keemasan)
3) Kerajaan Pajajaran
(a) Letak :
Jawa Barat
(b) Ciri :
Arca Rajasri dan arca-arca dari Cibuaya
(c) Bukti :
Prasasti Rakyan, Prasasti Horen, Prasasti Astana Gede, Kitab kidung Sundayana, Kitab cerita
Parahyangan
4) Kerajaan Holing
(a) Letak :
Jawa Tengah
(b) Raja :
Ratu Sima
(c) Bukti :
Berita –berita China yang berasal dar zaman dinasti Tang
5) Kerajaan Mataram Kuno
(a) Letak :
Jawa Tengah (Bumi Mataram)
(b) Bukti : Prasasti Canggal
(c) Raja :
Raja Sanjaya
6) Kerajaan Medang Kemulan
(a) Letak :
Muara Sungai Berantas, Jawa Timur
(b) Raja I :
Mpu Sendok ( Sri Isana Tunggadewa)
(c) Raja II :
Dharmawangsa
(d) Raja III :
Airlangga
(e) Ciri :
Cerita Calon Arang
7) Kerajaan Kediri
(a) Letak :
Jawa Timur
(b) Raja I :
Jayawarsa
(c) Raja II :
Jayabaya
(d) Ciri :
Buku Ramalan Jongko Joyoboyo
8) Kerajaan Majapahit
(a) Letak :
Hutan Tarik dekat delta Sungai Berantas, Jawa Timur
(b) Raja I :
Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardana)
(c) Raja II :
Jayanegara
(d) Raja III :
Ratu Tribuwanatunggadewi
(e) Raja IV :
Hayam Wuruk ( Rajasanegara)
(f) Ciri :
Berbagai jenis kesusastraan
9) Kerajaaan Hindu di Bali
(a) Letak :
Bali
(b) Raja I :
Sri Kesari Warmadewa
(c) Raja II :
Sri Dharma Udayana dan Sri Guna Priya
Dharmapatni
(d) Raja III :
Marakata dan Anak Wungsu
(e) Bukti :
Prasasti Blanjong dan Prasasti Bebetin Malet Gede
(f) Ciri :
Arca Dhurgamahisa Sura Mardini dan Candi di
Gunung Kawi
DAFTAR PUSTAKA
Midastra, 2007. Widya Dharma Agama Hindu
tentang Kerajaan-Kerajaan Agama Hindu Di Indonesia. Jakarta.
Yayasan
Bali Galang, 2003. Tentang Sejarah Agama
Hindu. Denpasar.
Anak Agung Gde Oka Netra, 2007. Kelompok
Kerja Bidang Teknologi
Informasi PHDI Pusat. Jakarta.
.
thanks u for info
BalasHapusjudi bola online | tangki timbun cpo | SenangPoker.com Agen Judi Poker Online Terpercaya Indonesia