Drama Nyi Roro Kidul kelas XI
SCENE 1
Pada zaman dahulu
kala, tersebutlah sebuah kerajaan yang damai aman dan sejahtera dibawah
kepemimpinan raja Munding Sari.
Raja :
Dinda, cobalah lihat negeri kita ini. Sangat makmur, seperti tak kurang suatu
apapun (bangga, bahagia) Tanahnya subur, hutannya lebat, rakyatnya tertib dan
damai, punggawanya jujur dan armadanya kuat. Seolah negeri kita ini adalah
tanah dewata, Dinda.
Ratu :
Benar kakanda, negeri ini seolah diberkati oleh para dewata… yang tentunya
tidak lepas dari kepiawaian kakanda dalam memimpin negeri ini.
Raja :
Namun, aku merasa ada hal yang mengganjal dalam benakku. Seperti rasa bosan
karena tak memiliki tantangan…
Ratu :
Kakanda, ternyata kakanda memiliki jiwa ksatria. Selalu haus akan tantangan. Jika
dinda boleh mengusul… Mengapa kakanda tidak berburu saja? Mungkin dengan
berburu, kakanda bisa bersemangat kembali.
Selir :
benar kata kanda putri, baginda. Saya sangat setuju.
Raja :
Hmm… (berpikir sejenak) terimakasih atas usulannya dinda, mungkin itu akan
menjadi sebuah hal yang menyenangkan dulu. Tapi lihat kanda sekarang… kanda
sudah berumur dan tidak lagi tertarik menantang alam.
(Prajurit datang
menghadap raja)
Prajurit :
(masuk, lalu membungkuk memberi hormat) Salam hamba, paduka. Hamba datang
membawa sebuah kabar penting untuk baginda. Kabar ini datang dari negeri
seberang
Raja :
Baiklah prajurit, ceritakan padaku isi kabar tersebut
Prajurit :
Raja negeri seberang mengundang baginda berkunjung ke negerinya pada purnama
bulan ini guna menyelaraskan perang dingin yang terjadi dan juga mempererat
persatuan diantara kerajaan-kerajaan besar di tanah jawa ini. (diam sejenak,
lalu menghormat) sekian kabar yang hamba bawa untuk baginda. Sekiranya baginda
dapat menanggapi undangan ini secepatnya.
Raja :
Hmm, (berpikir sejenak) tentu akan menyenangkan bila aku turut hadir dan
menyelesaikan sengketa mereka, bukan begitu Dinda?
Ratu :
Betul sekali kakanda. Mungkin perjalanan ke negeri seberang dapat mengembalikan
semangat kakanda.
Selir :
saya sangat setuju, baginda.
Raja :
Prajurit, tolong siapkan iring-iringan kecil beserta perlengkapan dan buah
tangan untuk perjalanan ke Negara tetangga.
Prajurit :
daulat baginda (memberi hormat lalu pergi)
Selir :
Dan jika boleh saya usul, baginda semestinya mengajak seorang pendamping ke
negeri itu. Sekiranya pendamping itu dapat melindungi baginda dan memberikan
saran dalam mengambil keputusan.
Raja :
Hmm, benar juga usulmu Dinda Mutiara. Baiklah, kanda akan mengajak Patih untuk
ikut ke negeri tetangga.
Ratu :
Patih? (bertanya-tanya, berpikir) tapi kakanda, kakanda dan patih tidak ada di
tempat, lalu siapa yang akan memegang tampuk kepemimpinan negeri ini selama
kakanda pergi?
Raja :
(tertawa kecil) Dinda, dinda… Tentu saja orang itu adalah kau. Kau adalah
permaisuri yang menggantikan diriku memipin kerajaan ini kala aku tidak ada.
Ratu :
Tapi kakanda, dinda tidaklah terlalu piawai dalam mengambil keputusan.
Selir : Benar, kakanda.
Seorang wanita tidaklah sepandai para ksatria dalam mengurusi urusan
kenegaraan. Apalagi negeri yang besar seperti kerajaan kita ini.
Raja :
(berpikir keras)
Kadita masuk ke
balairung dengan girang
Kadita :
(membungkuk memberi salam) salam saya, ayahanda.
Raja :
baiklah putriku, katakana pada ayah ada apa gerangan hingga kau mampir ke
balairung ini untuk menemui ayah.
Kadita :
(malu-malu) jadi begini ayah, saya tadi mendengar bahwa ayahanda akan
mengunjungi negeri seberang ketika purnama, jadi…. (malu-malu)
Raja :
Jadi? (menunggu lanjutan kadita)
Kadita : emm… (ragu-ragu)
Ayahanda, maafkan jika saya lancang, tapi saya hanya bertanya-tanya apakah saya
boleh ikut menemani ayahanda dalam pertemuan itu?
Raja :
(tertawa) ohh jadi hanya itu… hahaha, lalu kenapa mesti malu-malu
menyampaikannya pada ayah, Kadita?
Kadita :
(tersenyum malu) maaf ayah, saya hanya merasa hal tersebut bukan hak saya. Jadi
saya segan untuk langsung mempersiapkan diri tanpa meminta ijin ayahanda. Saya
ingin sekali ikut dalam urusan kerajaan.
Selir :
Putri kadita, bukannya saya bermaksud lancang… tapi Kunjungan ini bukanlah hal
yang main-main. Sebaiknya kau mengurungkan niat untuk ikut serta.
Raja :
(bangun dari kursi menghampiri kadita, merangkulnya lalu berjalan ke sudut
bersama kadita) Kadita putriku sayang. Kau belum perlu ikut dalam kunjungan
diplomasi itu. Kau hanya akan membuang waktumu disana
Kadita :
Tapi ayah, saya sangat ingin menjaga dan melindungi ayah disana
Raja :
tenang saja kadita, ayah akan pergi bersama patih. Kami akan baik-baik saja. Dan
lagipula kau masih banyak waktu untuk mempelajari ilmu diplomasi. (kadita
menunduk Nampak sedih. Raja mengangkat dagu kadita) putriku yang cantik,
janganlah bersedih dahulu. Sebagai gantinya… selama ayah pergi, kau yang harus
bertanggung jawab pada negeri ini karena tampuk kepemimpinan negeri ini akan
ayah serahkan padamu.
Kadita :
(tampak senang dan bersemangat. Kadita memberi hormat pada raja) Daulat raja,
saya akan menjaga negeri ini sebaik-baiknya
Raja :
terimakasih putriku, (Kadita langsung pergi)
Selir :
tapi…. Apa baginda yakin memberikan anak
seumuran dia tanggung jawab yang sangat besar seperti ini ?
Raja :
tentu saja. Aku hanya berharap dia dapat menjadi seorang pemimpin wanita yang
tangguh, manakala aku tidak punya pilihan lain…
Ratu :
pilihan lain? Apa maksud kakanda? Menjadikan Kadita sebagai pilihan terburuk,
begitu?! (nada kesal)
Raja :
Bukan begitu maksudku, dinda…
Ratu :
Ah,sudahlah kanda. Dinda sudah tahu pemikiran kakanda yang berkeberatan dengan
status putri kadita. Kanda terlalu mudah termakan bualan orang! Sudah aku tidak
tahan lagi! (pergi)
Raja :
(bangkit mengejar ratu tapi ditahan sama selir)
Selir :
sudahlah paduka. Mungkin kanda dewi sedang tidak enak badan sehingga pikirannya
kacau. Biarkanlah ia menenangkan diri sejenak. Lebih baik kita keluar mencari
udara segar untuk menghilangkan rasa suntuk (pergi gandengan sama raja)
SCENE 2
Raja beserta patih yang sedang dalam
perjalanan kembali ke kerajaan mendapat kabar yang sangat menyenangkan dari
kerajaan bahwa Dewi Mutiara telah melahirkan bayi dalam kandungannya itu dengan
selamat.Dan yang lebih membahagiakan lagi, Dewi Mutiara dapat memberikan raja
seorang keturunan lanang.
Raja : (masuk dengan
tergesa2) Dayang, Dinda, dimana putraku? Dimana putraku?
Ratu
: Kakanda
sayang, jangan terlalu tergesa-gesa (tersenyum bahagia) si jagoan ada di dalam
keputren, bersama dinda mutiara dan kadita. Jika kanda mau menemuinya,
janganlah berisik. Raden kecil sedang tertidur
Raja
memasuki kamar dewi mutiara dan mendapati kadita dan selirnya itu yang sedang
menggendong putra pertamanya.
Raja
: (raja
menghampiri dewi mutiara, duduk di sebelahnya merangkul dewi mutiara) Dinda,
kau baik-baik saja? Maafkan aku tidak menemanimu
Selir : tak ada yang
perlu kanda risaukan. kanda dewi sudah menjaga dinda dengan sangat baik
Raja : Syukurlah dinda…
Dinda, inikah putraku? (dewi mutiara mengangguk) duh gusti, terimakasih.
Putraku ini sangat tampan, seperti ketampanan dewa. Bolehkah aku
menggendongnya?
Selir : silahkan kakanda
(ngasi anaknya ke raja buat digendong)
Kadita : ayahanda, ketika ayah
tidak di kerajaan..ada beberapa adipati yang… (ucapannya dipotong)
Raja : waaah raden kecil
tertawa lagi (antusias) dinda, kita harus mengajaknya mencari udara segar di
luar. Mari kita keluar (pergi bersama selir)
Raja
dan selir yang berjalan-jalan meninggalkan kadita sendiri di keputren. Tepat
ketika kadita mau pergi, ratu masuk ke keputren mencegah kepergiannya
Ratu
:weleh2 Putri
ibunda yang ayu begini masa cemberut di hari yang secerah ini.Ayo, tersenyumlah
Kadita.
Kadita
: ah bunda,
tolonglah jangan merayuku seperti anak kecil begitu bunda…
Ratu : baiklah baiklah…
lalu apa gerangan hal yang dapat membuatmu murung begitu?
Kadita : Bunda, entah mengapa
saya merasa ayahanda lebih memperhatikan dinda putra ketimbang saya. Ketika
tadi kami berada di keputren, tak satupun pertanyaan saya yang dihiraukan
ayahanda. Saya merasa seperti… seperti… tidak diharapkan
Ratu
: hush! Kamu
tidak boleh berkata seperti itu Kadita.Bagaimanapun, dia adalah ayahmu. Dan
kamu harus patuh dan hormat pada semua sikapnya
Kadita : semua sikapnya?
Maksud bunda juga pada ketidakpeduliannya padaku semenjak kelahiran dinda
putra?Saya rasa hal itu sangat tidak adil, bunda.
Ratu :
(mencubit kadita) hush! Kadita, pelankan sedikit suaramu! Tidak sopan!
Kadita : ah ibu sama saja!
(kadita sedih lalu pergi)
Ratu : Kadita, tunggu ibu
nak (menyusul kadita)
Beberapa
tahun kemudian…
Selir
: kanda, tidak
terasa waktu cepat sekali berlalu. Putra kita sudah bukan seorang balita lagi
kanda.
Raja : benar sekali
dinda. Dia cepat sekali bertumbuh.Dan dia sangat kuat, cerdas dan sehat. Aku
gembira sekali melihatnya bermain dengan ceria
Patih
: (masuk terus menghormat)
Salam hamba, baginda raja. Saya ingin menyampaikan beberapa persoalan kerjaan
pada baginda.
Raja : salam kembali
patih. Baik, duduklah yang nyaman paman patih. Mari silahkan sampaikan… (patih
melirik cemas pada selir) tak apa patih, dewi mutiara cukup pantas untuk
mengetahui urusan kenegaraan ini.
Patih : baiklah jika
baginda raja menghendakinya. (diam sejenak) begini, baginda raja. Saya
memperhatikan bahwa usia baginda tidaklah lagi muda.
Raja : hmm, benar yang
kau katakan itu paman patih. Silahkan lanjutkan
Patih : saya hanya
menyarankan pada baginda raja untuk segera melantik seorang penerus tahta
keningratan negeri ini, baginda. saya memperhatikan Kadita adalah putri yang
sangat bijaksana dan tangkas. Beliau pantas menjadi putri mahkota
Raja
: Paman patih,
terimakasih atas sarannya. Saya sangat sependapat dengan paman.Kadita adalah
satu-satunya orang yang sangat pantas menjadi penerus tahta kerajaan. (diam
sejenak, berpikir) hmm, bagaimana dengan punggawa kerajaan yang lain dan
utamanya permaisuri, patih? Apakah mereka akan setuju ?
Patih
: untuk hal yang
satu itu, baginda tidak perlu khawatir. Saran tadi sudah terlebih dahulu diusulkan
oleh beberapapunggawa di kerajaan ini, baginda. Ratupun menyetujuinya.
Raja : Wah sungguh
kebetulan yang sangat beruntung. Baiklah patih, aku ingin kadita dinobatkan
secepat mungkin.
Patih
: (meghormat)
daulat baginda raja
Patih
pergi
Selir : Kakanda… (takut2)
apakah kakanda yakin bahwa kadita akan menjadi penerus baginda?
Raja
: Hmm, sejauh
ini aku sangat yakin untuk menjadikan kadita sebagai penerusku, dinda. Dia
adalah seorang anak yang tangguh, pemberani, bijaksana dan cerdas.
Selir
: tentu kakanda.
dari segi kemampuan, siapapun tidak akan mampu menandingi kadita. Namun, apakah
baginda sudi mengambil seorang wanita sebagai penerus tahta keningratan negeri
ini?
Raja : mengapa tidak,
dinda? Dia memiliki ilmu kepemimpinan yang baik
Selir : Tapi, apakah
baginda tidak memperhitungkan hal-hal lain di luar kemampuannya itu? Misalkan
kodratnya sebagai seorang wanita. Kelak kadita akan menjadi seorang wanita
dewasa yang mengenal cinta dan memilih sendiri pendamping hidupnya. Di saat
itulah dia akan meninggalkan kerajaan ini
Raja : (terlihat
berpikir) Tapi… tapi bisa saja kan, pendamping kadita nanti kita pinang ke
negeri ini sehingga kadita tetap menjadi ratu?
Selir : ya, hal itu
mungkin saja terjadi jika pendamping kadita kelak adalah orang dewasa
Raja : tapi, apakah…
Selir : (memotong ucapan
raja) belum lagi jika kadita harus mengandung dan melahirkan. Bukankah hal yang
dinda ucapkan semuanya benar, kanda?
Raja
: Lalu jika
bukan kadita, siapa lagi yang akan meneruskan tahta negeri ini?
Selir
: (sok2 berpikir)
Mengapa tidak putra kita saja, kanda?
Raja : Putra kita?
(tertawa kecil) dinda, lihatlah dia. Dia masih sangat kecil dan polos. Tentu
dia tidak akan bisa menjalankan tugas kenegaraan.
Selir : Namun dia dapat
menjadi putra mahkota ketika kelak ia sudah dewasa bukan?
Raja : tentu saja,
dinda. Hanya jika aku masih hidup untuk menobatkan dia sebagai putra mahkota
ketika dia dewasa nanti.
Selir : nobatkan saja
putra kita saat ini, kanda. Namun selama dia belum dewasa, tugas2 kenegaraannya
dapat digantikan oleh orang yang lebih dewasa, seperti misalnya kanda putrinya
sendiri –kadita.
Raja : (tertawa) dinda,
kau ini sungguh lucu. Hal itu sama saja seperti aku memberikan tugas-tugas
kenegaraanku padanya, sementara yang mendapat penghormatan dalam sejarah adalah
putra kita. Sudahlah, keputusanku sudah bulat. Aku tidak akan berubah pikiran
tentang ini
Raja
pergi males liat selir
Selir : (teriak2 manggil
dayang) dayaang dayaaang cepatlah kemari!
Dayang : (masuk terburu2 lalu
menghormat) sembah saya, Dewi. Ada apa dewi memanggil saya kemari?
Selir :
mbok, aku sedang dilanda masalah. Baginda raja tidak berkenan mendaulat putraku
sebagai putra mahkota kerajaan ini. Dia malah lebih memilih kadita yang merupakan
seorang perempuan ketimbang anaknya yang lanang!
Dayang : mbok
yo sabar, dewi ayu… baginda raja memang begitu, susah diubah keputusannya.
Mungkin hanya malapetaka yang dapat menghentikan kehendaknya itu.
Selir :
hah, malapetaka apanya! Aku bakal bersujud seratus kali mbok, jika ada satu
saja malapetaka yang dapat menghentikan keputusan raja. haaah mengobrol saja
tidak dapat menjadikan putraku seorang penerus tahta, mbok! Ayo cepat berpikir,
cari caraa!
Dayang : (berpikir
sejenak) aha! Ngomong-ngomong soal malapetaka… mengapa tidak kita ciptakan saja
malapetaka untuk mereka, dewi?
Selir :
maksud mbok?
Dayang : aduh
dewi ini lugu sekali… ya santet lah, santet… itu loo malapetaka dari dukun yang
menggunakan ilmu hitam.
Selir :
Santet?! Haduh gustiii, mengerikan sekali ide itu, mbok! Nanti jika tidak
berhasil dan ketahuan raja bagaimana? Lagipula kanda raja kan kebal oleh sihir!
Dayang : Maksud
mbok, yang dikenai santet itu adalah permaisuri dan kadita. Kan dengan begitu,
raja tidak mungkin mengangkatnya menjadi penerus.
Selir :
wah hebat juga tuh idenya si mbok. (diam sejenak) tapi, apa rencana ini pasti
berhasil mbok?
Dayang : pasti
berhasil, dewi. Asalkan kita memakai jasa dukun yang hebat! Jangan sekedar
dukun begituu.
Selir :
aduh mbok, aku mana kenal dukun sakti di negeri ini.
Dayang :
untuk yang satu itu, dewi tidak usah khawatir. Si mbok kenal baik dengan
seorang dukun paling sakti mandraguna di negeri ini. Saking saktinya, dia
sampai terkenal di seluruh pulau jawa.
Selir :
Memangnya dia mau membantu kita mbok?
Dayang :
tentu saja mau, dewi. Asalkan ada pelancarnya saja…
Selir :
hah si mbok mah dikit2 duit, dikit2 duit. Memang berapa bayaran buat si mbah
dukun mbok?Mahal tidak?
Dayang : yaa
sesuai dengan kesaktiannya lah
Selir :
(mengeluarkan kantung emas) nih. Ini kantung isinya emas untuk membayar jasa
mbah dukun sakti itu plus sesajen2nya.Sisanya boleh mbok ambil. Oya dan ingat
pembicaraan kita ini tidak boleh bocor ke siapapun!Apalagi patih dan antek2nya.
Mengerti?!
Dayang : tentu
saja, dewi. Saya akan berangkat seorang diri menuju pelosok desa untuk menemui
mbah dukun dengan kedok pulang kampung.
Selir :
iya iya iya. Sekarang siapan air kembang untuk aku berendam mbok. Aku gerah
sekali hari ini!
SCENE 3
Maka berangkatlah Dayang Manika menuju kediaman seorang
dukun yang menurut kabar merupakan duku paling sakti di negeri itu…
Dayang : Nampaknya aku sudah akan sampai, sesuai kabar
yang kudengar kediaman dukun itu sangatlah angker bahkan sebelum masuk pun aura
kegelapannya telah terasa. AAaakhh… astaga burung gagak di mana mana.. (sambil
jalan lgi dikit, nemu gubuk tua, dy langsung masuk n liat dukun lg cuap2)
Permisi duk..
Dukun : Iy, silakan duduk. Apa gerangan yang
membuat perempuan sepertimu mendatangiku?
Apa kau ingin memasang susuk konde?
Dayang : Kau
adalah dukun yang terhebat di negeri ini, tidakkah seharusnya kau mengetahui
tujuan kedatanganku?
Dukun : aku ini hanya seorang dukun, bukan tuhan
yang maha mengetahui. Jadi ceritakanlah maksud kedatanganmu kesini.
Dayang : jadi begini duk… aku ingin mencari sebuah
santet yang dapat membuat orang menjadi buruk rupa.
Dukun : untuk apa gerangan santet ini?
Dayang : yaaa ada lah untuk kepentingan pribadiku, kau
tidak perlu tahu terlalu banyak. Jadi bagaimana, sanggupkah kau melakukannya?
Dukun : aku tidak dapat menyantet orang yang tidak
kuketahui. Salah-salah nanti santetnya meleset!
Dayang : haaaah kau ini, mempersulitku saja! Tapi
kumohon kau tutup mulut ya! (bisik2 agak lama sama dukun)
Dukun : ooh rupanya titah dewi mutiara? Selir
paduka raja yang dipungutnya di pasar itu ya? Hahahahaa
Dayang : jadi bagaimana? Sanggup kan?
Dukun : Asalkan upah yang kau berikan sesuai,
termasuk untuk menyumpal mulutku yang sering kebablasan ini hahaha…
Dayang : Sudahlah jangan kau permasalahkan itu! Dewi
mutiara menitipkan uang untukmu sangat banyak!
Dukun : Baiklah kalau begitu, sebelum menyerangnya
aku akan menerawangnya terlebih dahulu,,,
‘’Pssspstspststtsttsts’’..(
t’kejut n teriak) Aakkhh,,
Dayang : (Panik) Ada apa ???! Apa yang terjadi??
Dukun :
(terengah-engah) Putri Kadita,.. dia dilindungi oleh ketulusan do’a Paduka
Permaisuri..
Dayang :
Apa susahnya? Singkirkan saja keduanya, beres kan?!!
Dukun : Heh,, wahahhaha,, baiklah jika memang
begitu permintaanmu .. Pada malam minggu nanti aku akan datang ke istana
bintang, ritual penebaran santet putri kadita dan permaisuri akan kita laksanakan bersama,
Dayang : Baiklah kalau begitu, persiapkan rencana ini
dengan baik dan jangan sampai gagal !
Dukun : percayakan semuanya padaku
wahahahahh…(dayang pergi begitu saja)
Di balik kerudungnya, dayang Manika bergegas meninggalkan
kediaman sang dukun, menuju istana Bintang
Ratu Selir untuk mengabarkan acara penyantetan yang tealah direncanakan.
Dayang : Mohon ampun
Paduka Ratu, hamba Dayang Manika ingin menyampaikan pesan,
Selir : (awlnya
mondar mandir menunggu kedatangan dayang Manika) Masuklah Manika !!
Dayang :
Terimakasih Paduka Ratu,
Selir :
Bagaimana, apakah kau sudah merencanakannya?
Dayang : Tentu saja yang Mulia, semuanya sudah di
persiapkan. Dan menurut hari baik, rencana ini akan dilaksanakan pada malam
bulan mati pekan ini. Dukun sakti akan datang dan bersama yang mulia santet
akan ditebar disekitar istana Bulan, tepatnya kediaman Permaisuri dan Putri
Kadita,,
Selir : Baiklah, bagaimanapun caranya yang
terpenting Putri Kadita dapat disingkirkan dan Putrakulah yang akan mewarisi
tahta wahahahha…
Dayang : Namun yang Mulia, perlu hamba sampaikan bahwa
Putri Manika dilindungi oleh do’a tulus ibunya. Untuk menghindari gagalnya
penyantetan, ibu dan anak itu harus disingkirkan yang mulia. Sehingga yang
mulanya korban bertambah menjadi 2 orang yang mulia,,
Selir : Wahahahaha… Heh Permaisuri,, ternyata
kau coba-coba mengahalangiku.. Jadi jangan salahkan aku jika kau juga harus ku
singkirkan wahahaha..
Tepat pada malam minggu bulan mati, Dukun sakti datang ke
istana bintang untuk menemui Ratu Selir
dayang : nuwun sewu,
ki… silahkan silahkan sesajinya sudah siap.
Selir : silahkan
ki, laksanakan ritualnya
Dukun : hehehe matur
nuwun, matur nuwun dewi, pelancarnya banyaak sekali. Hehehe. Namun saya harus
memberitahu dewi satu hal agar kelak dewi tidak menyesal.
Selir : apa itu,
dukun?
Dukun : saya hanya
seorang dukun, dewi. Hukum karma dari Gusti tuhan tetap berjalan. Jikalau nanti
dewi mendapat ganjarannya, hal itu diluar kuasa saya dewi. Hehehehe jadi
berlapang dadalah dewi jika kelak dewi mendapat malapetaka
Selir : ah ki
dukun. Santai sajalah… orang seperti saya ini tak mempan oleh kuasa siapapun.
Jadi tolonglah cepat laksanakan ritual ini
Dukun : ahhhh rupanya
dewi sangat bersemangat ya. Baiklah baiklah kita mulai saja ritualnya.
(ritual)
SCENE 4
Keesokan
harinya di Istana terjadi kegentingan dari berita yang dibawa oleh Selir
kehadapan Sang Raja.
Selir :
“Kakanda….gawat Kakanda, Putri Kadita dan Ratu, mereka…..mereka……”
(terengah-engah)
Raja : “Ada apa
Dinda Mutiara ? Apa yang terjadi pada mereka ?”
Selir : “Dinda juga tidak
tahu apa yang terjadi pada mereka Kakanda. Seluruh wajah dan tubuh mereka
dipenuhi oleh luka-luka yang mengeluarkan nanah dan berbau tidak sedap.”
Raja : “Apa ? Mengapa hal
itu bias terjadi ? Putri Kadita akan segera diangkat sebagai Putri Mahkota
besok dan ia tidak mungkin naik tahta dalam keadaan seperti ini.”
Selir : “Dinda rasa
penyakit yang diderita Ratu dan Putri Kadita sangatlah berbahaya dan bias
menular kepada anggota keluarga kerajaan lainnya. Tidak ada cara lain, selain
mengasingkan mereka.”
Raja : “Tapi aku tidak akan
sanggup melakukan itu, Dinda. Mereka adalah Permaisuri dan Putriku.”
Patih : “Maafkan interupsi
hamba Yang Mulia. Menurut hamba, Putri Kadita tidak mungkin naik tahta dalam
keadaan seperti ini, hal itu akan melanggar tradisi kerajaan ini. Lebih baik
mereka diasingkan sementara waktu hingga sembuh dari penyakitnya.”
Selir : “Benar Kakanda. Dan
untuk masalah tahta, bagaimana jika Kakanda naikan saja tahta putra kita
sebagai Putra Mahkota hingga saatnya nanti Kadita sembuh.”
Raja : “Tapi…..”
Patih : (memotong
pembicaraan) “Hamba berjanji akan mendampingi Ratu dan Putri Kadita dalam
pengasingannya.”
Raja : (merenung sejenak)
“Jika ini demi kebaikan semua orang, baiklah. Namun sebelumnya aku ingin
berbicara dengan Permaisuri dan Putriku. Patih, tolong panggilkan mereka.”
Patih : “Baik, Yang Mulia.”
(pergi )
(Patih kembali bersama Ratu dan Putri Kadita)
Ratu & Kadita : (berbicara bersamaan) “Kakanda….Ayah…..tolong
kami, kami tidak tahu apa yang terjadi…..kami tidak ingin seperti ini….tolong
kami Kakanda……Ayah…..”
Raja : “Aku telah mendengar
semuanya, Dinda, Kadita. Dan aku telah merundingkannya bersama Patih dan Selir.
Hal ini sangat berat bagiku, tapi aku harus memberi tahu kalian, bahwa untuk
sementara waktu kalian terpaksa diasingkan.”
Kadita : “Ayah ?” (tidak
percaya)
Ratu : “Kakanda, apakah ini
demi kebaikan banyak orang ? Karena jika demikian, Dinda dan Kadita akan
melakukannya.”
Kadita : “Ibu ? (tidak percaya)
Ini tidak bias dilakukan Ibu. (menoleh raja) Ayah, mengapa Ayah tega melakukan
hal ini ?” (mulai menangis)
Ratu : “Sudahlah nak, tidak
ada yang bias kita ubah lagi.”
Raja : “Maafkan Ayah,
Kadita. Maafkan Kakanda, Dinda. Patih akan menemani kalian selama pengasingan.
Patih, temani dan lindungi mereka.”
Patih : “Daulat Baginda. Ratu
, Putri, ikutlah bersama Hamba.”
(Ratu pergi dengan pasrah, Kadita pergi dengan pandangan terluka)
Di Hutan Pengasingan
Ratu : “Uhuk….uhuk…..” (Ratu
terlihat kelelahan).
Kadita : “Kasihan Ibu,
kondisinya semakin memburuk saja.”
Patih : “Benar Tuan Putri,
tetapi inilah yang harus kita lakukan. Dan jika Putri berkenan saya ingin
memberitahu sesuatu kepada Putri.”
Kadita : “Sampaikanlah, Patih.”
Patih : “Besok akan
diselenggarakan upacara pengangkatan Putra dari Selir Mutiara sebagai Putra
Mahkota. Sebelum Putri sembuh, Ialah yang akan memegang tahta.”
Kadita : “Apa ? Ini tidak boleh
terjadi. Ini tidak adil.”
Ratu :
“Kadita……Kadita……Uhuk…..Uhuk……”
Kadita : “Ibu, bertahanlah Bu.
Ibu tidak boleh menyerah.”
Ratu : “Ibu sudah mendengar
semua pembicaraanmu dengan Patih, Kadita. Ibu rasa sekarang ibu sudah tidak
kuat lagi. Ibu hanya ingin berpesan padamu Anakku, jadilah Putri yang baik,
jangan pernah kau pendam dendammu kepada siapa pun itu. Ibu menyanyangimu
Kadita….” (meninggal)
Kadita : “Ibu……..!!!! (terdiam
sejenak) Patih, kebumikanlah jasad Ibuku. Tak usah kau risaukan diriku. Aku
akan mencari jalanku sendiri.”
Patih : “Putri……” (memandang
kepergian Putir Kadita)
SCENE 5
Scene 5
Maka berkelanalah
Kadita seorang diri mengikuti arah kakinya berjalan. Ia sendiri tidak tau harus
pergi kemana. Ia hanya berjalan dan terus berjalan hingga seluruh tenaganya
lenyap dan ia pun terjatuh karena lemas. Saat Kadita terjatuh, datanglah seorang
pemuda yang menghampirinya untuk memberi pertolongan.
Pemuda : (membantu menegakkan posisi
Kadita yang terjatuh) Ya Tuhan, kenapa
kau bisa sampai terjatuh begini? Kau pasti sangat kelelahan.
Kadita : Aku tidak apa-apa. Terima
kasih telah berusaha untuk menolongku. (berusaha bangkit dan segera menjauh
dari pemuda karena sadar akan kondisinya)
Pemuda : Sebenarnya, kau hendak pergi kemana?
Kadita : Aku ingin pergi ke sebuah
tempat dimana aku bisa menyendiri.
Pemuda : Lalu, darimana kau berasal?
Kadita : Aku tidak ingin membahas
hal itu. (bergegas pergi meskipun lelah sekali)
Pemuda : Tunggu dulu, mungkin aku bisa
membantumu menemukan tempat yang sedang kau cari itu. Aku sarankan kau pergi ke
arah selatan, nanti kau akan menemukan sebuah pantai yang sepi dan tenang.
Kadita : Benarkah itu? Kalau begitu
tolong tunjukkan padaku dimana tempatnya.
Pemuda : Baiklah, ikutlah denganku.
(mereka berjalan beriringan) Ngomong-ngomong, kita belum saling mengenal satu
sama lain. Perkenalkan, namaku Dope. (mengulurkan tangan)
Kadita : Namaku Kadita. Senang bisa
mengenalmu, Dope.
Pemuda : Nah, Kadita. Kita sudah hampir
tiba di tempat yang aku maksud. (berjalan beberapa langkah) Inilah Pantai
Selatan, tempat dimana kau bisa menemukan ketenangan itu.
Kadita : (menatap sekeliling) Terima
kasih, Dope. Aku senang tempat ini. Sepertinya, aku akan nyaman tinggal disini.
(Kadita senang) Apakah kau memang tinggal ditempat ini?
Pemuda : Benar Kadita. Aku memang
tinggal disini. Perkampunganku ada disebelah sana. Hmm, setelah berjalan cukup
lama, kau pasti lelah dan lapar. Tunggulah sebentar, aku akan memberikanmu
sesuatu untuk dimakan.
Kadita : Terima kasih atas
kebaikanmu, Dope.
Pemuda lalu menuju
ke gubuknya dan kembali untuk memberikan makanan pada Kadita. Kadita merasa
sangat senang karena ia bisa menemukan tempat yang cocok untuknya. Selain itu,
ia juga bisa menemukan teman yang baik seperti Dope.
(Kadita dan Pemuda
makan )
Pemuda : Kalau boleh aku bertanya,
apakah yang membawamu hingga kau berkelana seorang diri seperti ini? Apalagi
kau seorang perempuan?
Kadita : aku… aku dibuang oleh
ayahku.
Pemuda : teganya ayahmu itu… apa yang
membuatnya membuangmu seperti ini? Dari mana kau berasal?
Kadita : kau lihat sendiri lah,
keadaan tubuhku seperti apa. Ayahku malu memiliki seorang putri yang cacat
parasnya seperti aku. Aku berasal dari ibukota kerajaan.
Pemuda : wah sepertinya ayahmu adalah
seorang petinggi disana…
Kadita : benar, ayahku adalah kepala
pemerintaha disana
Pemuda : oohh begitu… jadi ayahmu raja
negeri ini? (baru tersadar) ampun, ampun maafkan hamba tuan putri. Hamba tidak
bermaksud lancang mengata-ngatai paduka raja seperti itu
Kadita : (tertawa) tidak apa-apa
dope. Terimakasih banyak ya sudah membantuku sepanjang perjalanan kemari.
Panggil saja aku dengan namaku, aku bukan seorang putri lagi.
Pemuda : ah tidak seberapa hal ini,
kadita. (menerawang) tentu sungguh kejam sesungguhnya raja di negeri ini yang
tega membuang putrinya.
Kadita : mungkin keadaanlah yang
memaksa ayahku untuk berbuat hal seperti itu, dope
Pemuda : ah sungguh seorang putri yang
baik… kau masih membela ayahmu setelah apa yang ia lakukan padamu. Wah
sepertinya api unggunnya mulai padam. Tunggu sebentar, kadita. Aku akan mencari
kayu bakar lagi.
(dope pergi, lanjut
ke scene 6)
SCENE 6
Scene 6
Pas kadita lagi
gak tau ngapain di pantai dia denger namanya disebut-sebut. Awalnya dia gak
nanggepin tapi entah kenapa lama-kelamaan dia ngikutin panggilan magis itu
Pantai : kadita…(suara ajah)
Kadita : (berenti gak tau
ngapain terus tolah toleh nyari sumber suara tapi gak ditanggepin)
Pantai : kadita…(tetep suara
aja)
Kadita : (masih gak nanggepin
sambil nerusin gak tau ngapain)siapa disana?
Pantai : kadita… kemarilah (masih
suara juga)
Kadita : ( saking magisnya tu
panggilan kadita langsung berhenti gak tau ngapain terus ngikutin tu suara)
Jalan gitu dia
lama menuju ke arah datangnya suara magis, tepatnya ke arah selatan, akhirnya
dia nemu apaan gitu yang ternyata itu adalah ISTANA RATU PANTAI SELATAN
Pantai : selamat datang di
kerajaan ku kadita
Kadita : hah siapa kamu?
Dimana aku? Darimana kau tahu namaku? (natap bella) ibu?! Ibu kenapa bisa ada
disini? Bukankah ibu sudah meninggal?
Pantai : kamu tidak perlu
tahu. Aku tahu semua asal usulmu, hingga kau datang ke pantai selatan ini
Kadita : kenapa kamu bisa tau
semuanya? Siapa dirimu sebenarnya? Apa yang telah kau lakukan pada ibuku?!
Pantai : aku adalah ratu
pantai selatan, penguasa wilayah pantai selatan ini. Ibumu adalah abdiku
sekarang, abdi terbaikku.
Kadita : sembah hamba paduka,
maafkan kelancangan hamba… hamba sungguh tidak bermaksud…
Pantai : (motong kata2 kadita)
sudahlah tidak usah kau pikirkan. Sekarang masuklah dan bersihkan dirimu,
setelah itu temui aku di balairung istana. Dayangku ini akan menjemputmu.
Abis itu kadita
mandi. Dia mandi di tempat pemandiannya ratu pantai selatan. Selse mandi tiba2
borokannya udah pada sembuh semua. Abis mandi dia pake baju yang udah disiapin.
Terus dia maem ama ratu pantai selatan (AKU MAU ADEGAN MAKANNYA YANG NYATA
NANTI :D)
Kadita : terimakasih banyak
paduka ratu atas segalanya. Paduka sungguh baik padaku. Tapi jika saya boleh
tau, apa hal yang membuat paduka begitu baik pada saya?
Pantai : Kadita, aku juga
pernah mengalami hal sepertimu. Diguna-gunai, diasingkan, bahkan hingga nyaris
mati tak terurus. Hingga akhirnya aku mengabdikan seluruh jiwaku untuk pantai
selatan ini
Kadita : apa yang terjadi pada
paduka ratu?
Pantai : sudahlah aku tidak
ingin membicarakannya.
Kadita : maafkan kelancangan
saya paduka ratu
Pantai : sudahlah tak apa-apa.
Sekarang, aku akan memberitahukanmu apa yang sebenarnya menimpamu dan ibumu.
Kadita : (excited) bagaimana
ratu bisa tahu? Apa yang sebenarnya terjadi pada saya ratu?
Pantai : ketika aku bertapa,
aku mendapat pawisik untuk mengawasimu dari sini. Kau anak yang sungguh malang,
kadita. Seseorang telah mengguna-gunaimu hingga kau seperti ini.
Kadita : siapa orang itu
paduka ratu?
Pantai : dia adalah dewi
mutiara, yang sekarang telah diangkat menjadi permaisuri.
Kadita : sungguh kejam wanita
itu! Aku tidak akan mengampuninya.
Pantai : Jujur aku sangat
menyukai perangaimu yang selalu memperjuangkan keadilan. Dan sekarang dengan
segala hormatku aku meminta kau menjadi penerusku.
Kadita : penerus?
Pantai : ya penerusku, ratu
pantai selatan. Kamu akan tinggal di istana ini dan menjaga daerah pantai
selatan ini. Tetapi dengan satu syarat : kau harus tetap menjadi seorang gadis
untuk dapat memegang tahta pantai selatan ini
Kadita : tapi … tapi…
Pantai : jika kau menjadi
penerus pantai selatan ini, aku menjamin kehidupan dan kekuasaanmu di daerah
selatan ini. Daerah ini akan sepenuhnya menjadi milikmu.
Kadita : aaku… entahlah ratu,
tapi….
Pantai : baiklah kau tidak
harus jawab sekarang, aku memberimu waktu sampai matahari terbenam.
Ratu pantai
selatan balik ke kamarnya. Abis itu kadita mikir bingung. Mikir apaan gitu. Dan
akhirnya dia mau deh jadi penerusnya ratu pantai selatan.
Kadita : duh tuhan , apa yang
harus kau lakukan… jika aku menjadi penerus paduka ratu, tentu aku bisa
membalas dendam pada dewi mutiara. Namun, aku tidak dapat menikah dengan pemuda
yang aku sukai. (bingung)
Matahari
terbenam, ratu pantai selatan dateng
Pantai : bagaimana kadita?
Apakah kau bersedia menjadi penerusku?
Kadita : baiklah aku bersedia
Pantai : (senyum)
Terus ada orang
yang bawain bunga, menyan, dll. Abis itu ratu pantai selatan mulai prosesi
pengangkatan kadita jadi penerusnya.
Upacara selse
Pantai : (nyematin hiasan
kepala ke kadita abis itu ngilang)
SCENE 7
Sampai pada suatu hari, Raja
Muding Sari merasa sangat penat dengan urusan-urusan kerajaan yang menumpuk. Beliau merasa dirinya
membutuhkan angin segar sehingga kepenatannya dapat terobati. Beliaupun mengajak Ratu Mutiara untuk
berjalan bersama menuju Pantai Selatan.
Raja :
Pengawal,
Pengawal : Sembah bakti Yang Mulia,
Raja : Tolong panggilkan ratuku aku
ingin bertemu dengannya,
Pengawal : daulat yang Mulia,
(Ratu Mutiara
datang bersama dayang Manika)
Ratu : Sembah bakti Kakanda,
Raja : Oh Dinda masuklah,,
(Ratu masuk,
dayang dan pengawal tidak ikut)
Ratu : Ada apakah gerangan sehingga
Kakanda memanggil Dinda?
Raja :
Ehm,, Dinda, tubuh ku terasa sangat pegal dan kepala ku begitu penat. Sudikah
kiranya DInda menemani Kakanda untuk berjalan-jalan?
Ratu :
Tentu saja Kanda, Dinda dengan senang hati akan menemani Kakanda.. namun kemana
kiranya kita akan pergi berjalan2?
Raja :
hmm entahlah
Dayang :
saya sarankan baginda raja menyusuri daerah selatan, baginda. Daerah selatan
terkenal dengan keasrian pantainya. Semoga baginda raja dan paduka ratu
menyukainya
Raja :
hmm ide yang bagus, mbok. Baiklah siapkan iring-iringan menuju pantai selatan
Raja dan Ratu
berjalan menuju Pantai Selatan diiringi oleh Dayang Manika dan pengawal Joko Tinunggal. Sesampainya di Pantai Selatan
Raja dan Ratu bercengkrama sambari duduk diatas pasir putih. Namun, tiba-tiba secercah
cahaya hijau muncul ke permukaan laut, yang tidak lain adalah Kadita.
Raja :
Lihatlah Dinda, deburan ombak pantai yang indah ini.. Sungguh besar kuasa Gusti Allah
Ratu :
Betul sekali Kanda, pantai ini sungguhlah in..
(penasaran melihat cahya hijau yang muncul dari tengah laut) Kanda,
cahaya apakah itu Kanda? Apakah Kanda melihatnya?
Raja :
Cahaya ? Dimana Dinda? (kebingungan mencari)
Ratu : Itu
Kanda cahaya hijau di tengah laut,, (agak bergidik)
Raja :
Gusti ratu cahaya apa itu? (berdiri dan berjalan mendekati air agar dapat
melihat dengan jelas cahaya hijau tersebut. Diikuti oleh Ratu Mutiara)
Lama kelamaan
cahaya itu makin memudar dan telihatlah Kadita dengan mengenakan kain serba
hijaunya. Putri Kadita,.. heh bukan Putri lagi. Tapi Ratu Kadita, menampakkan
dirinya di hadapan Ayahanda dan Ibu Tirinya. Ratu Mutiara kaget dan ternganga
melihat Kadita yang telah Ia sakiti dengan mantra jahat kini muncul dihadapannya
dengan pakaian seorang ratu. Ia pun jatuh bersimpuh seolah tak menyangka Kadita
mampu sembuh dari mantra jahatnya. Berbeda dengan Raja Munding Sari, beliau
sangat bahagia, dan tak menyangka akan bertemu lagi dengan Putri kesayangannya.
Ratu Kadita pun berjalan mengambang di atas laut mendekati Ayahanda dan Ibu
Tirinya.
Raja : Putriku, ooh Gusti ratu,, kemarilah
Putriku,, kemarilah
Kadita : Sembah baktiku Ayahanda,
Raja : Ohhh Gusti ratu terimakasih (memeluk
anaknya pilu)
Kadita : (melepaskan pelukan ayahnya dengan halus)
apakah ayah merindukanku?
Raja :
Tentu saja putriku, taukah kau bahwa
Ayah begitu menyesal telah mengusirmu. Setelah itu Ayah lama tidak bisa tidur
memikirkan dirimu. Ratu Mutiaralah yang menghibur ayahandamu ini nak.. (Kadita
menatap tajam pada Ratu Mutiara. Ratu Mutiara pun berusaha berdiri dan menutupi
kegugupannya)
Ratu :
A,,aah P..putriku.. Tidakkah kau akan me..mberi salam pada Ibumu ini nak,,
(gugup)..
Kadita : Ibu?
Heh haruskah aku memanggilmu Ibu? Manusia laknat sepertimu tidaklah pantas ku
panggil Ibu!
Raja :
Kadita!! Apa yang kau katakan??! Sungguh
lancang perkataanmu.
Ratu :
Sudahlah kanda, hiks hiks (tersimpuh memelas)
Kadita :
Maafkan aku ayah. Nampaknya mata ayah masih di tutup rapat oleh manusia ini.
Tidakkah ayah tahu bahwa penyakit yang aku dan Ibuku derita disebabkan
olehnya?? Tidakkah ayah menyadari Ia ingin menyingkirkanku dan Ibuku, sehingga
hanya putranyalah pewaris tunggal tahta kerajaan ! (menuding Ratu Mutiara)
Ratu :
Cukup.. Cukup putriku,, Janganlah kau memfitnah Ibumu ini nak.. hiks hiks..hiks
Raja :
(bicara pelan, seolah tak percaya) Benarkah apa dikatakan oleh Kadita dinda?
(nada suara tinggi) Dinda jawab kanda...! Benarkah apa yang dikatakan oleh
Kadita??!
Ratu :
Hiks hiks,,, ka..kandaaa hiks aku tak bermaksud untuk…… (dipotong)
Kadita :
Sudahi sandiwaramu manusia laknat ! Kau dan dayangmulah yang mengirimkan
penyakit itu padaku dan Ibuku melalui Ki Sanjoyo. Dan kau juga yang menghasut
ayahanda untuk mengusirku dan Ibuku dari kerajaan, sudah puaskah dirimu
sekarang?
Ratu :
HIks hiks,, Hentikan Kadita.. hentikan semuanya !! (histeris) Kanda jangan
dengarkan perkataanya, sebaiknya kita kembali saja ke kerajaan.. Mari kanda
sebaiknya kita kembali (menarik tangan Raja menjauh dari Kadita)
Raja :
(melepaskan tangan Ratu Mutiara ) Tak ku sangka kau sejahat itu Dinda.. ! Jadi
selama ini kau telah memanfaatkan kasih sayangku padamu Dinda. Kau membuatku
mengusir mereka, lalu kau memintaku untuk melupakan mereka,,, mereka.. Mereka
adalah istri dan anaku… (menyesal) Betapa bodohnya aku yang tak dapat menyadari
kejahatanmu Dinda.. hiks
Kadita :
(mengambil tangan ayahnya) Sudahlah ayah tidak usah di..
Ratu :
(mengambil tangan Raja dari Kadita) Kanda,, sudah kanda.. jangan hiraukan dia.
Dia bukan Kadita. Kadita pasti sudah mati, mari Kanda, kita kembali ke Istana..
(menarik raja. Raja masih lemah tak berdaya meratapi kebodohannya)
Kadita :
(mengambil tangan Ratu dengan paksa) Tidak semudah itu manusia laknat !
(menatap mata ratu seraya mengirimkan energi kematian, ratu terkulai)
Raja :
Dinda.. Dinda.. … ( memangku tubuh Ratu yang sudah tak bernyawa)
Kadita :
Sudahlah ayah, biarkan saja Ia seperti itu. Ia telah menerima karmanya..
Selamat tinggal ayah.. Semoga kita dapat berjumpa lagi..
Raja :
(meninggalkan jenazah Ratu) Kadita Putriku.. kemanakah engkau akan pergi?
Apakah kau akan meninggalkan ayah lagi, kembalilah putriku, pimpinlah negri ini
sayang,,
Kadita :
Tidak ayah, biarkan saja Putra Mahkota yang memimpin negeri ini..
Raja :
Lalu bagaimana dengan dirimu? Ini sungguh tidak adil untukmu Putriku..
Kadita :
Ayah,.. saat ayah membuangku, Ratu pantai Selatanlah yang menyelamatkanku ayah.
Beliau menyembuhkanku dari penyakit aneh itu, beliau merawat dan mengasihiku
seperti anaknya sendiri. Bahkan sekarang Beliau mengangkat ku sebagai penerus
tahtanya..
Raja :
Jadi kau akan meninggalkan ayah sendirian disini ?
Kadita :
Maafkan aku ayah, aku harus pergi.. (memandang jenazah Ratu Mutiara) Mungkin
sebaiknya Ia kujadikan dayang di istanaku (menjentikkan jarinya diiringi dengan
bangkitnya jenazah Ratu Mutiara dengan tatapan kosong)
Raja :
Kadita..
Kadita :
(Kadita menoleh ke arah ayahnya sekejap. berjalan menuju lautan diikuti oleh
jenazah Ratu Mutiara yang telah dibangkitkan )
Beberapa tahun
kemudian.. Di tengah senja yang mulai menyelimuti Pantai Selatan Jawa, Dope
sedang melaut. Namun memang sial nasibnya hari itu, tak satupun ikan yang
menyangkut di jaringnya. Tiba-tiba Kadita mnampakkan dirinya di hadapan Dope.
Dope :
Aduuhh, Gusti Allah,, mengapa hari ini aku sangat sial. Tidak satupun ikan
menyangkut di jaringku bagaimana aku bisa menghidupi anak dan istri ku..
Kadita :
(muncul di belakang Dope) Dope..
Dope :
(terkejut) Ka.. Kadita.. Bagaimana bisa kau…
Kadita : Iya
Dope ini aku Kadita,, ternyata kau masih mengingat ku..
Dope :
Tentu saja Kadita, bagaimana bisa aku melupakanmu.. Tapi bagaimana bisa kau
berdiri di sana? ( kebingungan)
Kadita :
Sekarang aku telah menjadi Ratu di pantai ini.. Beliau yang agung telah
mengangkat ku sebagai penerusnya..
Dope : (
Menunduk sendu) Jadi, itukah yang membuatmu tak dapat tinggal bersamaku?
Kadita :
Maafkan aku dope, aku hanya ingin mengatakan itu saja kepadamu.. Lupakanlah aku
dan berbahagialah kau dengan anak dan istrimu. Tapi aku berjanji akan menjagamu
dan keluargamu dari sini. Berbahagialah… (menghilang, meninggalkan Dope
sendiri)
panjang sekaliiii Untuk Kontes Drama :D
BalasHapusKeren
BalasHapusPanjang sekali ,untuk murid smp seperti saya
BalasHapusKekurangan Narator :)
BalasHapusgk sama
BalasHapus