Drama Nyi Roro Kidul kelas XI


SCENE 1
Pada zaman dahulu kala, tersebutlah sebuah kerajaan yang damai aman dan sejahtera dibawah kepemimpinan raja Munding Sari.
Raja                             : Dinda, cobalah lihat negeri kita ini. Sangat makmur, seperti tak kurang suatu apapun (bangga, bahagia) Tanahnya subur, hutannya lebat, rakyatnya tertib dan damai, punggawanya jujur dan armadanya kuat. Seolah negeri kita ini adalah tanah dewata, Dinda.
Ratu                            : Benar kakanda, negeri ini seolah diberkati oleh para dewata… yang tentunya tidak lepas dari kepiawaian kakanda dalam memimpin negeri ini.
Raja                             : Namun, aku merasa ada hal yang mengganjal dalam benakku. Seperti rasa bosan karena tak memiliki tantangan…
Ratu                            : Kakanda, ternyata kakanda memiliki jiwa ksatria. Selalu haus akan tantangan. Jika dinda boleh mengusul… Mengapa kakanda tidak berburu saja? Mungkin dengan berburu, kakanda bisa bersemangat kembali.
Selir                             : benar kata kanda putri, baginda. Saya sangat setuju.
Raja                             : Hmm… (berpikir sejenak) terimakasih atas usulannya dinda, mungkin itu akan menjadi sebuah hal yang menyenangkan dulu. Tapi lihat kanda sekarang… kanda sudah berumur dan tidak lagi tertarik menantang alam.
 (Prajurit datang menghadap raja)
Prajurit                       : (masuk, lalu membungkuk memberi hormat) Salam hamba, paduka. Hamba datang membawa sebuah kabar penting untuk baginda. Kabar ini datang dari negeri seberang
Raja                             : Baiklah prajurit, ceritakan padaku isi kabar tersebut
Prajurit                       : Raja negeri seberang mengundang baginda berkunjung ke negerinya pada purnama bulan ini guna menyelaraskan perang dingin yang terjadi dan juga mempererat persatuan diantara kerajaan-kerajaan besar di tanah jawa ini. (diam sejenak, lalu menghormat) sekian kabar yang hamba bawa untuk baginda. Sekiranya baginda dapat menanggapi undangan ini secepatnya.
Raja                             : Hmm, (berpikir sejenak) tentu akan menyenangkan bila aku turut hadir dan menyelesaikan sengketa mereka, bukan begitu Dinda?
Ratu                            : Betul sekali kakanda. Mungkin perjalanan ke negeri seberang dapat mengembalikan semangat kakanda.
Selir                             : saya sangat setuju, baginda.
Raja                             : Prajurit, tolong siapkan iring-iringan kecil beserta perlengkapan dan buah tangan untuk perjalanan ke Negara tetangga.
Prajurit                       : daulat baginda (memberi hormat lalu pergi)
Selir                             : Dan jika boleh saya usul, baginda semestinya mengajak seorang pendamping ke negeri itu. Sekiranya pendamping itu dapat melindungi baginda dan memberikan saran dalam mengambil keputusan.
Raja                             : Hmm, benar juga usulmu Dinda Mutiara. Baiklah, kanda akan mengajak Patih untuk ikut ke negeri tetangga.
Ratu                            : Patih? (bertanya-tanya, berpikir) tapi kakanda, kakanda dan patih tidak ada di tempat, lalu siapa yang akan memegang tampuk kepemimpinan negeri ini selama kakanda pergi?
Raja                             : (tertawa kecil) Dinda, dinda… Tentu saja orang itu adalah kau. Kau adalah permaisuri yang menggantikan diriku memipin kerajaan ini kala aku tidak ada.
Ratu                            : Tapi kakanda, dinda tidaklah terlalu piawai dalam mengambil keputusan.
 Selir                            : Benar, kakanda. Seorang wanita tidaklah sepandai para ksatria dalam mengurusi urusan kenegaraan. Apalagi negeri yang besar seperti kerajaan kita ini.
Raja                             : (berpikir keras)
Kadita masuk ke balairung dengan girang
Kadita                         : (membungkuk memberi salam) salam saya, ayahanda.
Raja                             : baiklah putriku, katakana pada ayah ada apa gerangan hingga kau mampir ke balairung ini untuk menemui ayah.
Kadita                         : (malu-malu) jadi begini ayah, saya tadi mendengar bahwa ayahanda akan mengunjungi negeri seberang ketika purnama, jadi…. (malu-malu)
Raja                             : Jadi? (menunggu lanjutan kadita)
 Kadita                        : emm… (ragu-ragu) Ayahanda, maafkan jika saya lancang, tapi saya hanya bertanya-tanya apakah saya boleh ikut menemani ayahanda dalam pertemuan itu?
Raja                             : (tertawa) ohh jadi hanya itu… hahaha, lalu kenapa mesti malu-malu menyampaikannya pada ayah, Kadita?
Kadita                         : (tersenyum malu) maaf ayah, saya hanya merasa hal tersebut bukan hak saya. Jadi saya segan untuk langsung mempersiapkan diri tanpa meminta ijin ayahanda. Saya ingin sekali ikut dalam urusan kerajaan.
Selir                             : Putri kadita, bukannya saya bermaksud lancang… tapi Kunjungan ini bukanlah hal yang main-main. Sebaiknya kau mengurungkan niat untuk ikut serta.
Raja                             : (bangun dari kursi menghampiri kadita, merangkulnya lalu berjalan ke sudut bersama kadita) Kadita putriku sayang. Kau belum perlu ikut dalam kunjungan diplomasi itu. Kau hanya akan membuang waktumu disana
Kadita                         : Tapi ayah, saya sangat ingin menjaga dan melindungi ayah disana
Raja                             : tenang saja kadita, ayah akan pergi bersama patih. Kami akan baik-baik saja. Dan lagipula kau masih banyak waktu untuk mempelajari ilmu diplomasi. (kadita menunduk Nampak sedih. Raja mengangkat dagu kadita) putriku yang cantik, janganlah bersedih dahulu. Sebagai gantinya… selama ayah pergi, kau yang harus bertanggung jawab pada negeri ini karena tampuk kepemimpinan negeri ini akan ayah serahkan padamu.
Kadita                         : (tampak senang dan bersemangat. Kadita memberi hormat pada raja) Daulat raja, saya akan menjaga negeri ini sebaik-baiknya
Raja                             : terimakasih putriku, (Kadita langsung pergi)
Selir                             : tapi…. Apa baginda yakin memberikan anak seumuran dia tanggung jawab yang sangat besar seperti ini ?
Raja                             : tentu saja. Aku hanya berharap dia dapat menjadi seorang pemimpin wanita yang tangguh, manakala aku tidak punya pilihan lain…
Ratu                            : pilihan lain? Apa maksud kakanda? Menjadikan Kadita sebagai pilihan terburuk, begitu?! (nada kesal)
Raja                             : Bukan begitu maksudku, dinda…
Ratu                            : Ah,sudahlah kanda. Dinda sudah tahu pemikiran kakanda yang berkeberatan dengan status putri kadita. Kanda terlalu mudah termakan bualan orang! Sudah aku tidak tahan lagi! (pergi)
Raja                             : (bangkit mengejar ratu tapi ditahan sama selir)
Selir                             : sudahlah paduka. Mungkin kanda dewi sedang tidak enak badan sehingga pikirannya kacau. Biarkanlah ia menenangkan diri sejenak. Lebih baik kita keluar mencari udara segar untuk menghilangkan rasa suntuk (pergi gandengan sama raja)

SCENE 2
Raja beserta patih yang sedang dalam perjalanan kembali ke kerajaan mendapat kabar yang sangat menyenangkan dari kerajaan bahwa Dewi Mutiara telah melahirkan bayi dalam kandungannya itu dengan selamat.Dan yang lebih membahagiakan lagi, Dewi Mutiara dapat memberikan raja seorang keturunan lanang.
Raja                             : (masuk dengan tergesa2) Dayang, Dinda, dimana putraku? Dimana putraku?
Ratu                            : Kakanda sayang, jangan terlalu tergesa-gesa (tersenyum bahagia) si jagoan ada di dalam keputren, bersama dinda mutiara dan kadita. Jika kanda mau menemuinya, janganlah berisik. Raden kecil sedang tertidur
Raja memasuki kamar dewi mutiara dan mendapati kadita dan selirnya itu yang sedang menggendong putra pertamanya.
Raja                             : (raja menghampiri dewi mutiara, duduk di sebelahnya merangkul dewi mutiara) Dinda, kau baik-baik saja? Maafkan aku tidak menemanimu
Selir                             : tak ada yang perlu kanda risaukan. kanda dewi sudah menjaga dinda dengan sangat baik
Raja                             : Syukurlah dinda… Dinda, inikah putraku? (dewi mutiara mengangguk) duh gusti, terimakasih. Putraku ini sangat tampan, seperti ketampanan dewa. Bolehkah aku menggendongnya?
Selir                             : silahkan kakanda (ngasi anaknya ke raja buat digendong)
Kadita                         : ayahanda, ketika ayah tidak di kerajaan..ada beberapa adipati yang… (ucapannya dipotong)
Raja                             : waaah raden kecil tertawa lagi (antusias) dinda, kita harus mengajaknya mencari udara segar di luar. Mari kita keluar (pergi bersama selir)
Raja dan selir yang berjalan-jalan meninggalkan kadita sendiri di keputren. Tepat ketika kadita mau pergi, ratu masuk ke keputren mencegah kepergiannya
Ratu                            :weleh2 Putri ibunda yang ayu begini masa cemberut di hari yang secerah ini.Ayo, tersenyumlah Kadita.
Kadita                         : ah bunda, tolonglah jangan merayuku seperti anak kecil begitu bunda…
Ratu                            : baiklah baiklah… lalu apa gerangan hal yang dapat membuatmu murung begitu?
Kadita                         : Bunda, entah mengapa saya merasa ayahanda lebih memperhatikan dinda putra ketimbang saya. Ketika tadi kami berada di keputren, tak satupun pertanyaan saya yang dihiraukan ayahanda. Saya merasa seperti… seperti… tidak diharapkan
Ratu                            : hush! Kamu tidak boleh berkata seperti itu Kadita.Bagaimanapun, dia adalah ayahmu. Dan kamu harus patuh dan hormat pada semua sikapnya
Kadita                         : semua sikapnya? Maksud bunda juga pada ketidakpeduliannya padaku semenjak kelahiran dinda putra?Saya rasa hal itu sangat tidak adil, bunda.
 Ratu                           : (mencubit kadita) hush! Kadita, pelankan sedikit suaramu! Tidak sopan!
Kadita                         : ah ibu sama saja! (kadita sedih lalu pergi)
Ratu                            : Kadita, tunggu ibu nak (menyusul kadita)
Beberapa tahun kemudian…
Selir                             : kanda, tidak terasa waktu cepat sekali berlalu. Putra kita sudah bukan seorang balita lagi kanda.
Raja                             : benar sekali dinda. Dia cepat sekali bertumbuh.Dan dia sangat kuat, cerdas dan sehat. Aku gembira sekali melihatnya bermain dengan ceria
Patih                           : (masuk terus menghormat) Salam hamba, baginda raja. Saya ingin menyampaikan beberapa persoalan kerjaan pada baginda.
Raja                             : salam kembali patih. Baik, duduklah yang nyaman paman patih. Mari silahkan sampaikan… (patih melirik cemas pada selir) tak apa patih, dewi mutiara cukup pantas untuk mengetahui urusan kenegaraan ini.
Patih                           : baiklah jika baginda raja menghendakinya. (diam sejenak) begini, baginda raja. Saya memperhatikan bahwa usia baginda tidaklah lagi muda.
Raja                             : hmm, benar yang kau katakan itu paman patih. Silahkan lanjutkan
Patih                           : saya hanya menyarankan pada baginda raja untuk segera melantik seorang penerus tahta keningratan negeri ini, baginda. saya memperhatikan Kadita adalah putri yang sangat bijaksana dan tangkas. Beliau pantas menjadi putri mahkota
Raja                             : Paman patih, terimakasih atas sarannya. Saya sangat sependapat dengan paman.Kadita adalah satu-satunya orang yang sangat pantas menjadi penerus tahta kerajaan. (diam sejenak, berpikir) hmm, bagaimana dengan punggawa kerajaan yang lain dan utamanya permaisuri, patih? Apakah mereka akan setuju ?
Patih                           : untuk hal yang satu itu, baginda tidak perlu khawatir. Saran tadi sudah terlebih dahulu diusulkan oleh beberapapunggawa di kerajaan ini, baginda. Ratupun menyetujuinya.
Raja                             : Wah sungguh kebetulan yang sangat beruntung. Baiklah patih, aku ingin kadita dinobatkan secepat mungkin.
Patih                           : (meghormat) daulat baginda raja
Patih pergi
Selir                             : Kakanda… (takut2) apakah kakanda yakin bahwa kadita akan menjadi penerus baginda?
Raja                             : Hmm, sejauh ini aku sangat yakin untuk menjadikan kadita sebagai penerusku, dinda. Dia adalah seorang anak yang tangguh, pemberani, bijaksana dan cerdas.
Selir                             : tentu kakanda. dari segi kemampuan, siapapun tidak akan mampu menandingi kadita. Namun, apakah baginda sudi mengambil seorang wanita sebagai penerus tahta keningratan negeri ini?
Raja                             : mengapa tidak, dinda? Dia memiliki ilmu kepemimpinan yang baik
Selir                             : Tapi, apakah baginda tidak memperhitungkan hal-hal lain di luar kemampuannya itu? Misalkan kodratnya sebagai seorang wanita. Kelak kadita akan menjadi seorang wanita dewasa yang mengenal cinta dan memilih sendiri pendamping hidupnya. Di saat itulah dia akan meninggalkan kerajaan ini
Raja                             : (terlihat berpikir) Tapi… tapi bisa saja kan, pendamping kadita nanti kita pinang ke negeri ini sehingga kadita tetap menjadi ratu?
Selir                             : ya, hal itu mungkin saja terjadi jika pendamping kadita kelak adalah orang dewasa
Raja                             : tapi, apakah…
Selir                             : (memotong ucapan raja) belum lagi jika kadita harus mengandung dan melahirkan. Bukankah hal yang dinda ucapkan semuanya benar, kanda?
Raja                             : Lalu jika bukan kadita, siapa lagi yang akan meneruskan tahta negeri ini?
Selir                             : (sok2 berpikir) Mengapa tidak putra kita saja, kanda?
Raja                             : Putra kita? (tertawa kecil) dinda, lihatlah dia. Dia masih sangat kecil dan polos. Tentu dia tidak akan bisa menjalankan tugas kenegaraan.
Selir                             : Namun dia dapat menjadi putra mahkota ketika kelak ia sudah dewasa bukan?
Raja                             : tentu saja, dinda. Hanya jika aku masih hidup untuk menobatkan dia sebagai putra mahkota ketika dia dewasa nanti.
Selir                             : nobatkan saja putra kita saat ini, kanda. Namun selama dia belum dewasa, tugas2 kenegaraannya dapat digantikan oleh orang yang lebih dewasa, seperti misalnya kanda putrinya sendiri –kadita.
Raja                             : (tertawa) dinda, kau ini sungguh lucu. Hal itu sama saja seperti aku memberikan tugas-tugas kenegaraanku padanya, sementara yang mendapat penghormatan dalam sejarah adalah putra kita. Sudahlah, keputusanku sudah bulat. Aku tidak akan berubah pikiran tentang ini
Raja pergi males liat selir
Selir                             : (teriak2 manggil dayang) dayaang dayaaang cepatlah kemari!
Dayang                       : (masuk terburu2 lalu menghormat) sembah saya, Dewi. Ada apa dewi memanggil saya kemari?
Selir                             : mbok, aku sedang dilanda masalah. Baginda raja tidak berkenan mendaulat putraku sebagai putra mahkota kerajaan ini. Dia malah lebih memilih kadita yang merupakan seorang perempuan ketimbang anaknya yang lanang!
Dayang                       : mbok yo sabar, dewi ayu… baginda raja memang begitu, susah diubah keputusannya. Mungkin hanya malapetaka yang dapat menghentikan kehendaknya itu.
Selir                             : hah, malapetaka apanya! Aku bakal bersujud seratus kali mbok, jika ada satu saja malapetaka yang dapat menghentikan keputusan raja. haaah mengobrol saja tidak dapat menjadikan putraku seorang penerus tahta, mbok! Ayo cepat berpikir, cari caraa!
Dayang                       : (berpikir sejenak) aha! Ngomong-ngomong soal malapetaka… mengapa tidak kita ciptakan saja malapetaka untuk mereka, dewi?
Selir                             : maksud mbok?
Dayang                       : aduh dewi ini lugu sekali… ya santet lah, santet… itu loo malapetaka dari dukun yang menggunakan ilmu hitam.
Selir                             : Santet?! Haduh gustiii, mengerikan sekali ide itu, mbok! Nanti jika tidak berhasil dan ketahuan raja bagaimana? Lagipula kanda raja kan kebal oleh sihir!
Dayang                       : Maksud mbok, yang dikenai santet itu adalah permaisuri dan kadita. Kan dengan begitu, raja tidak mungkin mengangkatnya menjadi penerus.
Selir                             : wah hebat juga tuh idenya si mbok. (diam sejenak) tapi, apa rencana ini pasti berhasil mbok?
Dayang                       : pasti berhasil, dewi. Asalkan kita memakai jasa dukun yang hebat! Jangan sekedar dukun begituu.
Selir                             : aduh mbok, aku mana kenal dukun sakti di negeri ini.
Dayang                       : untuk yang satu itu, dewi tidak usah khawatir. Si mbok kenal baik dengan seorang dukun paling sakti mandraguna di negeri ini. Saking saktinya, dia sampai terkenal di seluruh pulau jawa.
Selir                             : Memangnya dia mau membantu kita mbok?
Dayang                       : tentu saja mau, dewi. Asalkan ada pelancarnya saja…
Selir                             : hah si mbok mah dikit2 duit, dikit2 duit. Memang berapa bayaran buat si mbah dukun mbok?Mahal tidak?
Dayang                       : yaa sesuai dengan kesaktiannya lah
Selir                             : (mengeluarkan kantung emas) nih. Ini kantung isinya emas untuk membayar jasa mbah dukun sakti itu plus sesajen2nya.Sisanya boleh mbok ambil. Oya dan ingat pembicaraan kita ini tidak boleh bocor ke siapapun!Apalagi patih dan antek2nya. Mengerti?!
Dayang                       : tentu saja, dewi. Saya akan berangkat seorang diri menuju pelosok desa untuk menemui mbah dukun dengan kedok pulang kampung.
Selir                             : iya iya iya. Sekarang siapan air kembang untuk aku berendam mbok. Aku gerah sekali hari ini!

SCENE 3
 
Maka berangkatlah Dayang Manika menuju kediaman seorang dukun yang menurut kabar merupakan duku paling sakti di negeri itu…
Dayang : Nampaknya aku sudah akan sampai, sesuai kabar yang kudengar kediaman dukun itu sangatlah angker bahkan sebelum masuk pun aura kegelapannya telah terasa. AAaakhh… astaga burung gagak di mana mana.. (sambil jalan lgi dikit, nemu gubuk tua, dy langsung masuk n liat dukun lg cuap2) Permisi duk..
Dukun   : Iy, silakan duduk. Apa gerangan yang membuat perempuan sepertimu  mendatangiku? Apa kau ingin memasang susuk konde?
Dayang : Kau adalah dukun yang terhebat di negeri ini, tidakkah seharusnya kau mengetahui tujuan kedatanganku?
Dukun   : aku ini hanya seorang dukun, bukan tuhan yang maha mengetahui. Jadi ceritakanlah maksud kedatanganmu kesini.
Dayang : jadi begini duk… aku ingin mencari sebuah santet yang dapat membuat orang menjadi buruk rupa.
Dukun   : untuk apa gerangan santet ini?
Dayang : yaaa ada lah untuk kepentingan pribadiku, kau tidak perlu tahu terlalu banyak. Jadi bagaimana, sanggupkah kau melakukannya?
Dukun   : aku tidak dapat menyantet orang yang tidak kuketahui. Salah-salah nanti santetnya meleset!
Dayang : haaaah kau ini, mempersulitku saja! Tapi kumohon kau tutup mulut ya! (bisik2 agak lama sama dukun)
Dukun   : ooh rupanya titah dewi mutiara? Selir paduka raja yang dipungutnya di pasar itu ya? Hahahahaa
Dayang : jadi bagaimana? Sanggup kan?
Dukun   : Asalkan upah yang kau berikan sesuai, termasuk untuk menyumpal mulutku yang sering kebablasan ini hahaha…
Dayang : Sudahlah jangan kau permasalahkan itu! Dewi mutiara menitipkan uang untukmu sangat banyak!
Dukun   : Baiklah kalau begitu, sebelum menyerangnya aku akan menerawangnya terlebih dahulu,,,
                ‘’Pssspstspststtsttsts’’..( t’kejut n teriak) Aakkhh,,
Dayang : (Panik) Ada apa ???! Apa yang terjadi??
Dukun   : (terengah-engah) Putri Kadita,.. dia dilindungi oleh ketulusan do’a Paduka Permaisuri..
Dayang                 : Apa susahnya? Singkirkan saja keduanya, beres kan?!!
Dukun   : Heh,, wahahhaha,, baiklah jika memang begitu permintaanmu .. Pada malam minggu nanti aku akan datang ke istana bintang, ritual penebaran santet putri kadita dan permaisuri  akan kita laksanakan bersama,
Dayang : Baiklah kalau begitu, persiapkan rencana ini dengan baik dan jangan sampai gagal !
Dukun   : percayakan semuanya padaku wahahahahh…(dayang pergi begitu saja)

Di balik kerudungnya, dayang Manika bergegas meninggalkan kediaman sang dukun, menuju istana Bintang  Ratu Selir untuk mengabarkan acara penyantetan yang tealah direncanakan.
Dayang : Mohon ampun Paduka Ratu, hamba Dayang Manika ingin menyampaikan pesan,
Selir       : (awlnya mondar mandir menunggu kedatangan dayang Manika) Masuklah Manika !!
Dayang : Terimakasih  Paduka Ratu,
Selir       : Bagaimana, apakah kau sudah merencanakannya?
Dayang : Tentu saja yang Mulia, semuanya sudah di persiapkan. Dan menurut hari baik, rencana ini akan dilaksanakan pada malam bulan mati pekan ini. Dukun sakti akan datang dan bersama yang mulia santet akan ditebar disekitar istana Bulan, tepatnya kediaman Permaisuri dan Putri Kadita,,
Selir       : Baiklah, bagaimanapun caranya yang terpenting Putri Kadita dapat disingkirkan dan Putrakulah yang akan mewarisi tahta wahahahha…
Dayang : Namun yang Mulia, perlu hamba sampaikan bahwa Putri Manika dilindungi oleh do’a tulus ibunya. Untuk menghindari gagalnya penyantetan, ibu dan anak itu harus disingkirkan yang mulia. Sehingga yang mulanya korban bertambah menjadi 2 orang yang mulia,,
Selir       : Wahahahaha… Heh Permaisuri,, ternyata kau coba-coba mengahalangiku.. Jadi jangan salahkan aku jika kau juga harus ku singkirkan wahahaha..


Tepat pada malam minggu bulan mati, Dukun sakti datang ke istana bintang untuk menemui Ratu Selir
dayang : nuwun sewu, ki… silahkan silahkan sesajinya sudah siap.
Selir       : silahkan ki, laksanakan ritualnya
Dukun   : hehehe matur nuwun, matur nuwun dewi, pelancarnya banyaak sekali. Hehehe. Namun saya harus memberitahu dewi satu hal agar kelak dewi tidak menyesal.
Selir       : apa itu, dukun?
Dukun   : saya hanya seorang dukun, dewi. Hukum karma dari Gusti tuhan tetap berjalan. Jikalau nanti dewi mendapat ganjarannya, hal itu diluar kuasa saya dewi. Hehehehe jadi berlapang dadalah dewi jika kelak dewi mendapat malapetaka
Selir       : ah ki dukun. Santai sajalah… orang seperti saya ini tak mempan oleh kuasa siapapun. Jadi tolonglah cepat laksanakan ritual ini
Dukun   : ahhhh rupanya dewi sangat bersemangat ya. Baiklah baiklah kita mulai saja ritualnya.
(ritual)

SCENE 4

                Keesokan harinya di Istana terjadi kegentingan dari berita yang dibawa oleh Selir kehadapan Sang Raja.
Selir       : “Kakanda….gawat Kakanda, Putri Kadita dan Ratu, mereka…..mereka……” (terengah-engah)
Raja       : “Ada apa Dinda Mutiara ? Apa yang terjadi pada mereka ?”
Selir       : “Dinda juga tidak tahu apa yang terjadi pada mereka Kakanda. Seluruh wajah dan tubuh mereka dipenuhi oleh luka-luka yang mengeluarkan nanah dan berbau tidak sedap.”
Raja       : “Apa ? Mengapa hal itu bias terjadi ? Putri Kadita akan segera diangkat sebagai Putri Mahkota besok dan ia tidak mungkin naik tahta dalam keadaan seperti ini.”
Selir       : “Dinda rasa penyakit yang diderita Ratu dan Putri Kadita sangatlah berbahaya dan bias menular kepada anggota keluarga kerajaan lainnya. Tidak ada cara lain, selain mengasingkan mereka.”
Raja       : “Tapi aku tidak akan sanggup melakukan itu, Dinda. Mereka adalah Permaisuri dan Putriku.”
Patih     : “Maafkan interupsi hamba Yang Mulia. Menurut hamba, Putri Kadita tidak mungkin naik tahta dalam keadaan seperti ini, hal itu akan melanggar tradisi kerajaan ini. Lebih baik mereka diasingkan sementara waktu hingga sembuh dari penyakitnya.”
Selir       : “Benar Kakanda. Dan untuk masalah tahta, bagaimana jika Kakanda naikan saja tahta putra kita sebagai Putra Mahkota hingga saatnya nanti Kadita sembuh.”
Raja       : “Tapi…..”
Patih     : (memotong pembicaraan) “Hamba berjanji akan mendampingi Ratu dan Putri Kadita dalam pengasingannya.”
Raja       : (merenung sejenak) “Jika ini demi kebaikan semua orang, baiklah. Namun sebelumnya aku ingin berbicara dengan Permaisuri dan Putriku. Patih, tolong panggilkan mereka.”
Patih     : “Baik, Yang Mulia.” (pergi )

(Patih kembali bersama Ratu dan Putri Kadita)
Ratu & Kadita : (berbicara bersamaan) “Kakanda….Ayah…..tolong kami, kami tidak tahu apa yang terjadi…..kami tidak ingin seperti ini….tolong kami Kakanda……Ayah…..”
Raja       : “Aku telah mendengar semuanya, Dinda, Kadita. Dan aku telah merundingkannya bersama Patih dan Selir. Hal ini sangat berat bagiku, tapi aku harus memberi tahu kalian, bahwa untuk sementara waktu kalian terpaksa diasingkan.”
Kadita   : “Ayah ?” (tidak percaya)
Ratu      : “Kakanda, apakah ini demi kebaikan banyak orang ? Karena jika demikian, Dinda dan Kadita akan melakukannya.”
Kadita   : “Ibu ? (tidak percaya) Ini tidak bias dilakukan Ibu. (menoleh raja) Ayah, mengapa Ayah tega melakukan hal ini ?” (mulai menangis)
Ratu      : “Sudahlah nak, tidak ada yang bias kita ubah lagi.”
Raja       : “Maafkan Ayah, Kadita. Maafkan Kakanda, Dinda. Patih akan menemani kalian selama pengasingan. Patih, temani dan lindungi mereka.”
Patih     : “Daulat Baginda. Ratu , Putri, ikutlah bersama Hamba.”
(Ratu pergi dengan pasrah, Kadita pergi dengan pandangan terluka)
Di Hutan Pengasingan
Ratu      : “Uhuk….uhuk…..” (Ratu terlihat kelelahan).
Kadita   : “Kasihan Ibu, kondisinya semakin memburuk saja.”
Patih     : “Benar Tuan Putri, tetapi inilah yang harus kita lakukan. Dan jika Putri berkenan saya ingin memberitahu sesuatu kepada Putri.”
Kadita   : “Sampaikanlah, Patih.”
Patih     : “Besok akan diselenggarakan upacara pengangkatan Putra dari Selir Mutiara sebagai Putra Mahkota. Sebelum Putri sembuh, Ialah yang akan memegang tahta.”
Kadita   : “Apa ? Ini tidak boleh terjadi. Ini tidak adil.”
Ratu      : “Kadita……Kadita……Uhuk…..Uhuk……”
Kadita   : “Ibu, bertahanlah Bu. Ibu tidak boleh menyerah.”
Ratu      : “Ibu sudah mendengar semua pembicaraanmu dengan Patih, Kadita. Ibu rasa sekarang ibu sudah tidak kuat lagi. Ibu hanya ingin berpesan padamu Anakku, jadilah Putri yang baik, jangan pernah kau pendam dendammu kepada siapa pun itu. Ibu menyanyangimu Kadita….” (meninggal)
Kadita   : “Ibu……..!!!! (terdiam sejenak) Patih, kebumikanlah jasad Ibuku. Tak usah kau risaukan diriku. Aku akan mencari jalanku sendiri.”
Patih     : “Putri……” (memandang kepergian Putir Kadita)


SCENE 5

Scene 5
Maka berkelanalah Kadita seorang diri mengikuti arah kakinya berjalan. Ia sendiri tidak tau harus pergi kemana. Ia hanya berjalan dan terus berjalan hingga seluruh tenaganya lenyap dan ia pun terjatuh karena lemas. Saat Kadita terjatuh, datanglah seorang pemuda yang menghampirinya untuk memberi pertolongan.
Pemuda               : (membantu menegakkan posisi Kadita yang terjatuh)  Ya Tuhan, kenapa kau bisa sampai terjatuh begini? Kau pasti sangat kelelahan.
Kadita                   : Aku tidak apa-apa. Terima kasih telah berusaha untuk menolongku. (berusaha bangkit dan segera menjauh dari pemuda karena sadar akan kondisinya)
Pemuda               : Sebenarnya, kau hendak pergi kemana?
Kadita                   : Aku ingin pergi ke sebuah tempat dimana aku bisa menyendiri.
Pemuda               : Lalu, darimana kau berasal?
Kadita                   : Aku tidak ingin membahas hal itu. (bergegas pergi meskipun lelah sekali)
Pemuda               : Tunggu dulu, mungkin aku bisa membantumu menemukan tempat yang sedang kau cari itu. Aku sarankan kau pergi ke arah selatan, nanti kau akan menemukan sebuah pantai yang sepi dan tenang.
Kadita                   : Benarkah itu? Kalau begitu tolong tunjukkan padaku dimana tempatnya.
Pemuda               : Baiklah, ikutlah denganku. (mereka berjalan beriringan) Ngomong-ngomong, kita belum saling mengenal satu sama lain. Perkenalkan, namaku Dope. (mengulurkan tangan)
Kadita                   : Namaku Kadita. Senang bisa mengenalmu, Dope.
Pemuda               : Nah, Kadita. Kita sudah hampir tiba di tempat yang aku maksud. (berjalan beberapa langkah) Inilah Pantai Selatan, tempat dimana kau bisa menemukan ketenangan itu.
Kadita                   : (menatap sekeliling) Terima kasih, Dope. Aku senang tempat ini. Sepertinya, aku akan nyaman tinggal disini. (Kadita senang) Apakah kau memang tinggal ditempat ini?
Pemuda               : Benar Kadita. Aku memang tinggal disini. Perkampunganku ada disebelah sana. Hmm, setelah berjalan cukup lama, kau pasti lelah dan lapar. Tunggulah sebentar, aku akan memberikanmu sesuatu untuk dimakan.
Kadita                   : Terima kasih atas kebaikanmu, Dope.
Pemuda lalu menuju ke gubuknya dan kembali untuk memberikan makanan pada Kadita. Kadita merasa sangat senang karena ia bisa menemukan tempat yang cocok untuknya. Selain itu, ia juga bisa menemukan teman yang baik seperti Dope.
(Kadita dan Pemuda makan )
Pemuda               : Kalau boleh aku bertanya, apakah yang membawamu hingga kau berkelana seorang diri seperti ini? Apalagi kau seorang perempuan?
Kadita                   : aku… aku dibuang oleh ayahku.
Pemuda               : teganya ayahmu itu… apa yang membuatnya membuangmu seperti ini? Dari mana kau berasal?
Kadita                   : kau lihat sendiri lah, keadaan tubuhku seperti apa. Ayahku malu memiliki seorang putri    yang cacat parasnya seperti aku. Aku berasal dari ibukota kerajaan.
Pemuda               : wah sepertinya ayahmu adalah seorang petinggi disana…
Kadita                   : benar, ayahku adalah kepala pemerintaha disana
Pemuda               : oohh begitu… jadi ayahmu raja negeri ini? (baru tersadar) ampun, ampun maafkan hamba tuan putri. Hamba tidak bermaksud lancang mengata-ngatai paduka raja seperti itu
Kadita                   : (tertawa) tidak apa-apa dope. Terimakasih banyak ya sudah membantuku sepanjang perjalanan kemari. Panggil saja aku dengan namaku, aku bukan seorang putri lagi.
Pemuda               : ah tidak seberapa hal ini, kadita. (menerawang) tentu sungguh kejam sesungguhnya raja di negeri ini yang tega membuang putrinya.
Kadita                   : mungkin keadaanlah yang memaksa ayahku untuk berbuat hal seperti itu, dope
Pemuda               : ah sungguh seorang putri yang baik… kau masih membela ayahmu setelah apa yang ia lakukan padamu. Wah sepertinya api unggunnya mulai padam. Tunggu sebentar, kadita. Aku akan mencari kayu bakar lagi.
(dope pergi, lanjut ke scene 6)

SCENE 6
Scene 6
Pas kadita lagi gak tau ngapain di pantai dia denger namanya disebut-sebut. Awalnya dia gak nanggepin tapi entah kenapa lama-kelamaan dia ngikutin panggilan magis itu
Pantai                         : kadita…(suara ajah)
Kadita                         : (berenti gak tau ngapain terus tolah toleh nyari sumber suara tapi gak ditanggepin)
Pantai                         : kadita…(tetep suara aja)
Kadita                         : (masih gak nanggepin sambil nerusin gak tau ngapain)siapa disana?
Pantai                         : kadita… kemarilah (masih suara juga)
Kadita                         : ( saking magisnya tu panggilan kadita langsung berhenti gak tau ngapain terus ngikutin tu suara)
Jalan gitu dia lama menuju ke arah datangnya suara magis, tepatnya ke arah selatan, akhirnya dia nemu apaan gitu yang ternyata itu adalah ISTANA RATU PANTAI SELATAN
Pantai                         : selamat datang di kerajaan ku kadita
Kadita                         : hah siapa kamu? Dimana aku? Darimana kau tahu namaku? (natap bella) ibu?! Ibu kenapa bisa ada disini? Bukankah ibu sudah meninggal?
Pantai                         : kamu tidak perlu tahu. Aku tahu semua asal usulmu, hingga kau datang ke pantai selatan ini
Kadita                         : kenapa kamu bisa tau semuanya? Siapa dirimu sebenarnya? Apa yang telah kau lakukan pada ibuku?!
Pantai                         : aku adalah ratu pantai selatan, penguasa wilayah pantai selatan ini. Ibumu adalah abdiku sekarang, abdi terbaikku.
Kadita                         : sembah hamba paduka, maafkan kelancangan hamba… hamba sungguh tidak bermaksud…
Pantai                         : (motong kata2 kadita) sudahlah tidak usah kau pikirkan. Sekarang masuklah dan bersihkan dirimu, setelah itu temui aku di balairung istana. Dayangku ini akan menjemputmu.
Abis itu kadita mandi. Dia mandi di tempat pemandiannya ratu pantai selatan. Selse mandi tiba2 borokannya udah pada sembuh semua. Abis mandi dia pake baju yang udah disiapin. Terus dia maem ama ratu pantai selatan (AKU MAU ADEGAN MAKANNYA YANG NYATA NANTI :D)
Kadita                         : terimakasih banyak paduka ratu atas segalanya. Paduka sungguh baik padaku. Tapi jika saya boleh tau, apa hal yang membuat paduka begitu baik pada saya?
Pantai                         : Kadita, aku juga pernah mengalami hal sepertimu. Diguna-gunai, diasingkan, bahkan hingga nyaris mati tak terurus. Hingga akhirnya aku mengabdikan seluruh jiwaku untuk pantai selatan ini
Kadita                         : apa yang terjadi pada paduka ratu?
Pantai                         : sudahlah aku tidak ingin membicarakannya.
Kadita                         : maafkan kelancangan saya paduka ratu
Pantai                         : sudahlah tak apa-apa. Sekarang, aku akan memberitahukanmu apa yang sebenarnya menimpamu dan ibumu.
Kadita                         : (excited) bagaimana ratu bisa tahu? Apa yang sebenarnya terjadi pada saya ratu?
Pantai                         : ketika aku bertapa, aku mendapat pawisik untuk mengawasimu dari sini. Kau anak yang sungguh malang, kadita. Seseorang telah mengguna-gunaimu hingga kau seperti ini.
Kadita                         : siapa orang itu paduka ratu?
Pantai                         : dia adalah dewi mutiara, yang sekarang telah diangkat menjadi permaisuri.
Kadita                         : sungguh kejam wanita itu! Aku tidak akan mengampuninya.
Pantai                         : Jujur aku sangat menyukai perangaimu yang selalu memperjuangkan keadilan. Dan sekarang dengan segala hormatku aku meminta kau menjadi penerusku.
Kadita                         :  penerus?
Pantai                         : ya penerusku, ratu pantai selatan. Kamu akan tinggal di istana ini dan menjaga daerah pantai selatan ini. Tetapi dengan satu syarat : kau harus tetap menjadi seorang gadis untuk dapat memegang tahta pantai selatan ini
Kadita                         : tapi … tapi…
Pantai                         : jika kau menjadi penerus pantai selatan ini, aku menjamin kehidupan dan kekuasaanmu di daerah selatan ini. Daerah ini akan sepenuhnya menjadi milikmu.
Kadita                         : aaku… entahlah ratu, tapi….
Pantai                         : baiklah kau tidak harus jawab sekarang, aku memberimu waktu sampai matahari terbenam.
Ratu pantai selatan balik ke kamarnya. Abis itu kadita mikir bingung. Mikir apaan gitu. Dan akhirnya dia mau deh jadi penerusnya ratu pantai selatan.
Kadita                         : duh tuhan , apa yang harus kau lakukan… jika aku menjadi penerus paduka ratu, tentu aku bisa membalas dendam pada dewi mutiara. Namun, aku tidak dapat menikah dengan pemuda yang aku sukai. (bingung)
Matahari terbenam, ratu pantai selatan dateng
Pantai                         : bagaimana kadita? Apakah kau bersedia menjadi penerusku?
Kadita                         : baiklah aku bersedia
Pantai                         : (senyum)
Terus ada orang yang bawain bunga, menyan, dll. Abis itu ratu pantai selatan mulai prosesi pengangkatan kadita jadi penerusnya.
Upacara selse
Pantai                         : (nyematin hiasan kepala ke kadita abis itu ngilang)

  SCENE 7
Sampai pada suatu hari, Raja Muding Sari merasa sangat penat dengan urusan-urusan  kerajaan yang menumpuk. Beliau merasa dirinya membutuhkan angin segar sehingga kepenatannya dapat terobati.  Beliaupun mengajak Ratu Mutiara untuk berjalan bersama menuju  Pantai Selatan.
Raja                : Pengawal,
Pengawal      : Sembah bakti Yang Mulia,
Raja                 : Tolong panggilkan ratuku aku ingin bertemu dengannya,
Pengawal      : daulat yang Mulia,
(Ratu Mutiara datang bersama dayang Manika)
Ratu                : Sembah bakti Kakanda,
Raja                 : Oh Dinda masuklah,,
(Ratu masuk, dayang dan pengawal tidak ikut)
Ratu                : Ada apakah gerangan sehingga Kakanda memanggil Dinda?
Raja                 : Ehm,, Dinda, tubuh ku terasa sangat pegal dan kepala ku begitu penat. Sudikah kiranya DInda menemani Kakanda untuk berjalan-jalan?
Ratu                : Tentu saja Kanda, Dinda dengan senang hati akan menemani Kakanda.. namun kemana kiranya kita akan pergi berjalan2?
Raja                 : hmm entahlah
Dayang          : saya sarankan baginda raja menyusuri daerah selatan, baginda. Daerah selatan terkenal dengan keasrian pantainya. Semoga baginda raja dan paduka ratu menyukainya
Raja                 : hmm ide yang bagus, mbok. Baiklah siapkan iring-iringan menuju pantai selatan

Raja dan Ratu berjalan menuju Pantai Selatan diiringi oleh Dayang Manika dan pengawal  Joko Tinunggal. Sesampainya di Pantai Selatan Raja dan Ratu bercengkrama sambari duduk diatas pasir putih. Namun, tiba-tiba secercah cahaya hijau muncul ke permukaan laut, yang tidak lain adalah Kadita.
Raja       : Lihatlah Dinda, deburan ombak pantai yang indah ini..  Sungguh besar kuasa Gusti Allah
Ratu       : Betul sekali Kanda, pantai ini sungguhlah in..  (penasaran melihat cahya hijau yang muncul dari tengah laut) Kanda, cahaya apakah itu Kanda? Apakah Kanda melihatnya?
Raja       : Cahaya ? Dimana Dinda? (kebingungan mencari)
Ratu       : Itu Kanda cahaya hijau di tengah laut,, (agak bergidik)
Raja       : Gusti ratu cahaya apa itu? (berdiri dan berjalan mendekati air agar dapat melihat dengan jelas cahaya hijau tersebut. Diikuti oleh Ratu Mutiara)
Lama kelamaan cahaya itu makin memudar dan telihatlah Kadita dengan mengenakan kain serba hijaunya. Putri Kadita,.. heh bukan Putri lagi. Tapi Ratu Kadita, menampakkan dirinya di hadapan Ayahanda dan Ibu Tirinya. Ratu Mutiara kaget dan ternganga melihat Kadita yang telah Ia sakiti dengan mantra jahat kini muncul dihadapannya dengan pakaian seorang ratu. Ia pun jatuh bersimpuh seolah tak menyangka Kadita mampu sembuh dari mantra jahatnya. Berbeda dengan Raja Munding Sari, beliau sangat bahagia, dan tak menyangka akan bertemu lagi dengan Putri kesayangannya. Ratu Kadita pun berjalan mengambang di atas laut mendekati Ayahanda dan Ibu Tirinya.
Raja       : Putriku, ooh Gusti ratu,, kemarilah Putriku,, kemarilah
Kadita   : Sembah baktiku Ayahanda,
Raja       : Ohhh Gusti ratu terimakasih (memeluk anaknya pilu)
Kadita   : (melepaskan pelukan ayahnya dengan halus) apakah ayah merindukanku?
Raja       : Tentu saja putriku,  taukah kau bahwa Ayah begitu menyesal telah mengusirmu. Setelah itu Ayah lama tidak bisa tidur memikirkan dirimu. Ratu Mutiaralah yang menghibur ayahandamu ini nak.. (Kadita menatap tajam pada Ratu Mutiara. Ratu Mutiara pun berusaha berdiri dan menutupi kegugupannya)
Ratu      : A,,aah P..putriku.. Tidakkah kau akan me..mberi salam pada Ibumu ini nak,, (gugup)..
Kadita   : Ibu? Heh haruskah aku memanggilmu Ibu? Manusia laknat sepertimu tidaklah pantas ku panggil Ibu!
Raja       : Kadita!! Apa yang kau katakan??! Sungguh  lancang perkataanmu.
Ratu      : Sudahlah kanda, hiks hiks (tersimpuh memelas)
Kadita   : Maafkan aku ayah. Nampaknya mata ayah masih di tutup rapat oleh manusia ini. Tidakkah ayah tahu bahwa penyakit yang aku dan Ibuku derita disebabkan olehnya?? Tidakkah ayah menyadari Ia ingin menyingkirkanku dan Ibuku, sehingga hanya putranyalah pewaris tunggal tahta kerajaan ! (menuding Ratu Mutiara)
Ratu      : Cukup.. Cukup putriku,, Janganlah kau memfitnah Ibumu ini nak.. hiks hiks..hiks
Raja       : (bicara pelan, seolah tak percaya) Benarkah apa dikatakan oleh Kadita dinda? (nada suara tinggi) Dinda jawab kanda...! Benarkah apa yang dikatakan oleh Kadita??!
Ratu      : Hiks hiks,,, ka..kandaaa hiks aku tak bermaksud untuk…… (dipotong)
Kadita   : Sudahi sandiwaramu manusia laknat ! Kau dan dayangmulah yang mengirimkan penyakit itu padaku dan Ibuku melalui Ki Sanjoyo. Dan kau juga yang menghasut ayahanda untuk mengusirku dan Ibuku dari kerajaan, sudah puaskah dirimu sekarang?
Ratu      : HIks hiks,, Hentikan Kadita.. hentikan semuanya !! (histeris) Kanda jangan dengarkan perkataanya, sebaiknya kita kembali saja ke kerajaan.. Mari kanda sebaiknya kita kembali (menarik tangan Raja menjauh dari Kadita)
Raja       : (melepaskan tangan Ratu Mutiara ) Tak ku sangka kau sejahat itu Dinda.. ! Jadi selama ini kau telah memanfaatkan kasih sayangku padamu Dinda. Kau membuatku mengusir mereka, lalu kau memintaku untuk melupakan mereka,,, mereka.. Mereka adalah istri dan anaku… (menyesal) Betapa bodohnya aku yang tak dapat menyadari kejahatanmu Dinda.. hiks
Kadita   : (mengambil tangan ayahnya) Sudahlah ayah tidak usah di..
Ratu      : (mengambil tangan Raja dari Kadita) Kanda,, sudah kanda.. jangan hiraukan dia. Dia bukan Kadita. Kadita pasti sudah mati, mari Kanda, kita kembali ke Istana.. (menarik raja. Raja masih lemah tak berdaya meratapi kebodohannya)
Kadita   : (mengambil tangan Ratu dengan paksa) Tidak semudah itu manusia laknat ! (menatap mata ratu seraya mengirimkan energi kematian, ratu terkulai)
Raja       : Dinda.. Dinda.. … ( memangku tubuh Ratu yang sudah tak bernyawa)
Kadita   : Sudahlah ayah, biarkan saja Ia seperti itu. Ia telah menerima karmanya.. Selamat tinggal ayah.. Semoga kita dapat berjumpa lagi..
Raja       : (meninggalkan jenazah Ratu) Kadita Putriku.. kemanakah engkau akan pergi? Apakah kau akan meninggalkan ayah lagi, kembalilah putriku, pimpinlah negri ini sayang,,
Kadita   : Tidak ayah, biarkan saja Putra Mahkota yang memimpin negeri ini..
Raja       : Lalu bagaimana dengan dirimu? Ini sungguh tidak adil untukmu Putriku..
Kadita   : Ayah,.. saat ayah membuangku, Ratu pantai Selatanlah yang menyelamatkanku ayah. Beliau menyembuhkanku dari penyakit aneh itu, beliau merawat dan mengasihiku seperti anaknya sendiri. Bahkan sekarang Beliau mengangkat ku sebagai penerus tahtanya..
Raja       : Jadi kau akan meninggalkan ayah sendirian disini ?
Kadita                   : Maafkan aku ayah, aku harus pergi.. (memandang jenazah Ratu Mutiara) Mungkin sebaiknya Ia kujadikan dayang di istanaku (menjentikkan jarinya diiringi dengan bangkitnya jenazah Ratu Mutiara dengan tatapan kosong)
Raja       : Kadita..
Kadita   : (Kadita menoleh ke arah ayahnya sekejap. berjalan menuju lautan diikuti oleh jenazah Ratu Mutiara yang telah dibangkitkan )
Beberapa tahun kemudian.. Di tengah senja yang mulai menyelimuti Pantai Selatan Jawa, Dope sedang melaut. Namun memang sial nasibnya hari itu, tak satupun ikan yang menyangkut di jaringnya. Tiba-tiba Kadita mnampakkan dirinya di hadapan Dope.
Dope     : Aduuhh, Gusti Allah,, mengapa hari ini aku sangat sial. Tidak satupun ikan menyangkut di jaringku bagaimana aku bisa menghidupi anak dan istri ku..
Kadita   : (muncul di belakang Dope) Dope..
Dope     : (terkejut) Ka.. Kadita.. Bagaimana bisa kau…
Kadita   : Iya Dope ini aku Kadita,, ternyata kau masih mengingat ku..
Dope     : Tentu saja Kadita, bagaimana bisa aku melupakanmu.. Tapi bagaimana bisa kau berdiri di sana? ( kebingungan)
Kadita   : Sekarang aku telah menjadi Ratu di pantai ini.. Beliau yang agung telah mengangkat ku sebagai penerusnya..
Dope     : ( Menunduk sendu) Jadi, itukah yang membuatmu tak dapat tinggal bersamaku?
Kadita   : Maafkan aku dope, aku hanya ingin mengatakan itu saja kepadamu.. Lupakanlah aku dan berbahagialah kau dengan anak dan istrimu. Tapi aku berjanji akan menjagamu dan keluargamu dari sini. Berbahagialah… (menghilang, meninggalkan Dope sendiri)



 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perilaku Konstitusional dalam Hidup Berbangsa dan Bernegara

CETIK KERIKAN GONG