DALEM BALINGKANG
DALEM BALINGKANG
Delapan abad yang lalu, tersebutlah sebuah daerah
hutan yang luas. Wilayahnya membentang dari pantai utara Bali hingga ke
pegunungan Kintamani. Penduduknya yang bertani tinggal berjauhan satu sama
lainnya. Mereka tinggal dalam kelompok-kelompok kecil yang tidak saling
mengenal antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Sering terjadi
pertengkaran dan perebutan lahan diantara mereka. Hal itu terjadi karena mereka
tidak mempunyai pemimpin yang cakap. Pada suatu hari, sekelompok orang
menghadap Ida Batara Jambudwipa. Mereka memohon agar di berikan seorang
pemimpin yang berwibawa. Dan diangkatlah Sri Jayapangus putra Batara Jambudwipa
sebagai Raja. Bersama rakyatnya Sri Jayapangus membangun kerajaan yang diberi
nama Kerajaan Panarojan. Atas petunjuk Mpu Siwa Gama, penasehat raja,
Beliau membangun kerajaan sesuai dengan ajaran agama dan undang undang pemerintahan. Dalam waktu singkat rakyat sudah dapat menikmati kehidupan yang aman, rukun, dan penuh persaudaraan. Tak seorang pun berani menentang Raja Sri Jayapangus yang berwibawa dan menjadi suri teladan itu.
Beliau membangun kerajaan sesuai dengan ajaran agama dan undang undang pemerintahan. Dalam waktu singkat rakyat sudah dapat menikmati kehidupan yang aman, rukun, dan penuh persaudaraan. Tak seorang pun berani menentang Raja Sri Jayapangus yang berwibawa dan menjadi suri teladan itu.
Hingga pada suatu ketika datang seorang pedagang
dari Cina berdagang di wilayahnya. Pedagang tersebut datang bersama putrinya
yang bernama Kang Cing Wei. Putri Kang Cing Wei adalah putri yang sangat
cantik. Tubuhnya semampai, matanya sipit, dan kulitnya putih juga halus.
Ditambah lagi dengan senyumnya yang manis dan tegur sapa yang ramah. Siang dan
malam rakyat Panerojan tak henti-hentinya memperbincangkan putri Kang Cing Wei
yang bak bidadari tersebut. Akhirnya berita putri Cina yang cantik itu sampai
ke istana. Raja Jayapangus pun memanggil Pedagang Cina tersebut bersama
putrinya. Rupa-rupanya pandangan pertama Kang Cing Wei telah meluluhkan hati
Raja Jayapangus. Sehingga sosok Kang Cing Wei selalu terbayang di benak beliau
walaupun putri itu telah berada jauh di luar istana.
Raja Jayapangus pun memanggil Mpu Siwa Gama untuk
berunding. “Bagawanta, aku akan menikahi Kang Cing Wei,” ucap Raja Jayapangus
pada penasihatnya. “Menikahi Putri Cina itu? Berpikirlah yang panjang Tuanku,
jangan hanya mengikuti api asmara,” jawab Mpu Siwa Gama dengan sangat terkejut.
Raja Jayapangus terdiam, Mpu Siwa Gama melanjutkan “Ampun Tuanku, Putri Kang
Cing Wei beragama Buddha sedangkan Tuanku beragama Hindu. Dan tidak hanya itu,
Putri tersebut juga memiliki adat istiadat yang berbeda dengan kita Tuanku.
Jika pernikahan ini tetap berlangsung maka akan terjadi malapetaka yang sangat
hebat mengguncang kerajaan ini Tuanku,”. Namun nasihat Mpu Siwa Gama tersebut
tidak dihiraukan oleh Raja Jayapangus yang telah dimabuk asmara pada Putri Kang
Cing Wei.
Sri Jayapangus tetap melanggar adat yang sangat
ditabukan saat itu yakni mengawini putri Kang Cing Wei. Raja Jayapangus tetap menikahinya
meskipun tidak direstui Mpu Siwa Gama. Dan apa yang diramalkan oleh Mpu Siwa
Gama benar-benar terjadi. Di tengah kemeriahan pesta pernikahan, tiba-tiba
turun hujan yang sangat lebat. Tumpahan air dari langit itu tak ada henti
hentinya. Ditambah lagi dengan tiupan badai dari segala penjuru. Pohon-pohon
besar bertumbangan menimpa rumah penduduk. Satu persatu bangunan istana ambruk
dan dihanyutkan oleh banjir yang maha dahsyat. Karena Kerajaan Panerojan telah
rusak parah, maka kerajaan dipindahkan ke tempat lain. Tempat itu disebut Balingkang
(dari kata Bali ditambah Kang, nama depan istrinya), dan rakyat menyebut
rajanya dengan Dalem Balingkang.
Setelah lama menikah, sayangnya Putri Kang Cing Wei belum
juga mempunyai keturunan. Dalem Balingkang kemudian pergi bertapa ke Gunung
Batur untuk memohon kepada dewa-dewa agar dikaruniai anak. Namun, dalam perjalananya di hutan, Raja
Jayapangus bertemu dengan Dewi Danu. Raja Jayapangus pun terpikat dengan
kemolekan Dewi Danu tersebut. Dalam perkenalannya dengan Dewi Danu, Raja
Jayapangus mengaku masih bujang. Dan singkat cerita Raja Jayapangus lalu menikah
diam-diam dengan Dewi Danu tanpa sepengetahuan Putri Kang Cing Wei. Dari
pernikahan tersebut lahirlah seorang putra yang sangat sakti bernama
Mayadenawa.
Sementara itu, Kang Cing Wei tentu saja gelisah
ditinggal suaminya berlama-lama. Ia pun menyusul ke Gunung Batur. Di tengah
hutan belantara yang hebat, Putri Kang Cing Wei bertemu dengan Dewi Danu. Putri Kang Cing Wei bertanya
“Maaf apakah kau melihat seorang laki-laki yang sedang bertapa di gunung ini?”.
Dewi Danu menjawab “Di hutan ini aku tak pernah melihat seorang laki-laki pun
selain suamiku, Jayapangus,”. Putri Kang Cing Wei sangat terkejut mengetahui
suaminya diakui oleh Dewi Danu. “Suamimu?? Jayapangus itu suamiku ! Siapa kau
yang berani mengakui suamiku?” bentak Putri Kang Cing Wei. Mendengar ada
keributan, Raja Jayapangus mendatangi asal keributan itu. Raja Jayapangus
sangat terkejut melihat Dewi Danu yang bertengkar dengan Putri Kang Cing Wei.
Dewi Danu menyadari kedatangan Raja Jayapangus, dan bertanya “Suamiku, apakah
sebelum menikahiku kau telah menikah dengan perempuan ini?”. Dengan gelisah
Raja Jayapangus menjawab “Maafkan aku Danu, aku telah membohongimu, aku sangat
menyesal,”. Ketiganya lalu terlibat dalam pertengkaran sengit.
Dalam api kemarahan Dewi Danu mengalahkan Dalem
Balingkang dan Kang Cing Wei dengan kekuatan gaibnya, hingga hilang ditelan
bumi. Meskipun hilang tanpa bekas, rakyat tetap mencintai Dalem Balingkang dan
Putri Kang Cing Wei, lalu dibuatkanlah patung sebagai simbol keduanya. Kedua
patung inilah yang kemudian berkembang menjadi Barong Landung. Karena itu jika diperhatikan
prarai (wajah) Jero Luh beserta
asesoris busananya, mengandung unsur budaya Cina.
Komentar
Posting Komentar